PSIKOEDUKASI
KESEHATAN MENTAL SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF UNTUK MEWUJUDKAN KESEHATAN HOLISTIK MASYARAKAT DI DUKUH BONGSREN, DESA GILANGHARJO, KECAMATAN PANDAK,
BANTUL YOGYAKARTA
Dewa Ayu Eka Purba
Dharmatari
Mahasiswa Magister
Profesi Psikologi Klinis
Universitas Ahmad
Dahlan Yogyakarta
ABSTRAK
: Mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri
antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan
dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di
dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi,
penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini,
individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai
integrasi tingkah laku. Sehat
kejiwaan sangat sulit untuk di pertahankan, begitu banyak orang yang mengalami
masalah gangguan psikis yang jika tidak mendapat jalan keluar yang sesuai maka
bisa saja orang tersebut mengalami gangguan mental. Jadi semua manusia
mengalami dualitas sakit dan sehat. Psikoedukasi berupa pemberian informasi
kesehatan mental dapat menjadi langkah strategis untuk mencegah terjadinya
gangguan mental serta dapat mewujudkan kesehatan masyarakat yang menyeluruh dan
holistik secara fisik, mental, social dan spiritual.
Keywords
: kesehatan
mental, psikoedukasi, kesehatan holistik masyarakat
KATA PENGANTAR
Kondisi
kesehatan yang saat ini sedang terjadi di dunia adalah transformasi dan
perubahan dari banyaknya keluhan penyakit infeksi menjadi non-infeksi ataupun
kelainan mental yang disertai oleh penyakit lainnya. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal seperti gaya hidup, perilaku masyarakat, dan kandungan nilai pola
hidup itu sendiri. Sebagai gambaran, kehidupan saat ini didominasi oleh karir
yang menjadi prioritas dalam hidup dimana jika pola hidup dalam masyarakat
dititikberatkan pada karir maka lama-kelamaan akan timbul suatu masa jenuh dan
akhirnya mengarah ke stress yang dapat mengganggu kesehatan mental seseorang.
Di
Indonesia sendiri prevalensi dari suatu populasi yang memiliki gangguan dalam
kesehatan mental mencapai 185/1000, dimana idealnya jika prevalensi dari suatu
populasi melebihi 100/1000 maka populasi tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai populasi yang patut mendapat perhatian penuh untuk masalah kesehatan
mentalnya. Menurut data poin prevalensi yang tersebar di berbagai propinsi di
Indonesia seperti di Nanggroe Aceh Darussalam dan di Pulau Jawa menggambarkan
besarnya masalah kesehatan yang terjadi saat ini. Namun jika ditinjau dari
aspek kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup masyarakatnya, Indonesia
mengalami peningkatan dibandingkan 10 tahun yang lalu dimana hal ini menandakan
Pemerintah sudah mulai melakukan dan menjalankan usaha-usaha preventif dan
penanganan terkait hal diatas. Sejumlah riset menunjukkan bahwa peningkatan
kesejahteraan memiliki hubungan dengan masalah-masalah sosial kejiwaan dan
perilaku. Di Indonesia, orang-orang stress semakin banyak.
Pentingnya
dari pembahasan masalah kesehatan mental dan psikososial adalah karena dalam
kenyataan saat ini prevalensi dari kelainan kesehatan mental di dunia sudah
mencapai 25%, dan 40%-nya merupakan kesalahan dari diagnosis dan akhirnya
menyebabkan pengeluaran uang untuk berbagai keperluan yang kurang esensial dan
tepat guna. Dimana mayoritas dari penderita ini merupakan orang dewasa dan
dating dengan keluhan fisik dimana tidak ada riwayat kelainan mental sebelumnya.
Sebagai contoh ada pasien berumur 45 tahun yang berobat ke dokter mengeluhkan
sakit perut, flu, pegal, dan merasa diteror oleh pihak-pihak tertentu, kemudian
karena dokternya lebih menitikberatkan pada flu dan pegalnya sehingga
didiagnosis sebagai Rheumatoid Arthtritis, kemudian si pasien harus
mengeluarkan biaya untuk berbagai tes diagnosis dan pengobatan selama
bertahun-tahun dan tidak sembuh-sembuh. Setelah si pasien mencoba berkonsultasi
ke ahli jiwa didapatkan diagnosis bahwa si pasien mengalami kelainan jiwa. Dari
contoh diataslah didapatkan betapa pentingnya masalah kesehatan mental dan
psikososial di masyarakat sebagai pendukung terwujudnya sistem kesehatan yang
baik.
Didasari
dari kesadaran bahwa ternyata kesehatan mental itu sangat berpengaruh dalam
perkembangan dunia kesehatan saat ini maka dibuatlah kebijakan-kebijakan untuk
mengatur dan menanggulangi masalah-masalah tersebut dengan tujuan utama untuk
menangani permasalahan kesehatan mental yg dihadapi oleh masyarakat di seluruh
tingkatan pelayanan kesehatan. Dari tujuan utama tersebut didapatkan pula
tujuan yg lebih spesifik yakni deteksi dini gangguan kesehatan mental,
penanganan yg tepat, dan sistem perujukan yg efektif dari setiap tingkatan
pelayanan kesehatannya. Karena alasan inilahWHO (World
Health Organization) menghimbau kepada Negara-negara berkembang dimana
Indonesia merupakan salah satunya, untuk meningkatkan sistem jasa pelayanan
terhadap gangguan pelayanan kesehatan.
Dari
semua penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah gangguan
kesehatan mental di dunia terutama di Indonesia dan khususnya di Yogyakarta
merupakan masalah penting yg harus segera ditangani agar tidak menghambat
terwujudnya kesehatan Indonesia dan dunia secara menyeluruh. Dimana penanganan
dan usaha yg bisa dilakukan adalah mengkonduksikan fasilitas-fasilitas di
seluruh area dimulai dari tingkatan puskesmas hingga tingkatan yg lebih tinggi,
dan pemberian informasi dasar tentang masalah kesehatan penting akan dirasa
penting sebagai upaya preventif membantu usaha pemerintah dalam berjuang
memberdayakan masyarakat secara holistik.
Mental hygiene merujuk pada pengembangan dan
aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian
dan pemeliharaan unsur psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya
kerusakan mental atau malajudjusment. Kesehatan mental terkait dengan (1)
bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; (2)
bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan (3)
bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan.
Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental sangat penting bagi setiap
fase kehidupan. kesehatan mental meliputi upaya-upaya mengatasi stres,
berhubungan dengan orang lain, dan mengambil keputusan.
Kesehatan mental tertentang dari
yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang akan mengalaminya. tidak
sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan
mental selama rentang kehidupannya. Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran,
perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan
bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang
menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan
pertentangan batin (konflik).
KARAKTERISTIK
MENTAL YANG SEHAT
1. Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan
perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
- Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak.
- Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
2. Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment)
merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan (needs satisfaction),
dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan
cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang
normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara
wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan
norma agama.
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah
yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang
positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. pemanfaatan itu
seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah atau dilingkungan
masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
4. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya
menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi
kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain.
dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan
dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan
untuk mencapai kebahagiaan bersama.
HASIL ASSESMEN LAPANGAN
A. Orientasi
Kancah
Gilangharjo
adalah desa
di kecamatan Pandak,
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia. Desa ini memiliki
luas ± 726 hektar, terdiri dari 15 Dusun dan 91 RT. Kelima belas dusun tersebut
diantaranya: Dusun Kadisoro, Dusun Jodog, Dusun Karangasem, Dusun Daleman,
Dusun Jomboran, Dusun Kauman, Dusun Kadekrowo, Dusun Bongsren, Dusun Ngaran,
Dusun Karanggede, Dusun Gunting, Dusun Depok, Dusun Tegallurung, Dusun
Banjarwaru, dan Dusun Krekah. Jumlah penduduk Desa Gilangharjo pada tahun 2009
sebanyak 16.390 jiwa terdiri dari 4.653 kepala keluarga.
Desa Gilangharjo
sebuah desa yang memiliki beragam potensi wisata yang berada diantara kawasan
segitiga emas Bantul, Yogyakarta yaitu Gabusan, Manding, dan Tembi. Lokasi desa
ini hanya berjarak sekitar 45 menit dari pusat Kota Yogyakarta. Dengan Motto
Desa “Berjalan Serempak Menuju Kemandirian” . Dengan motto desa tersebut
tentunya membuat paradigma tersendiri di dalam masyarakat agar dapat
memberdayakan lingkungan terkecilnya yang dimulai dari diri sendiri terlebih
dahulu, kemudian keluarga dan masyarakat desa secara umum.
Sedangkan Dukuh
yang menjadi tempat kerja praktek kami adalah di Dukuh Bongsren. Dukuh ini yang
dilihat dari
kegiatan ekonomi masyarakatnya secara umum, yang mayoritas
buruh tani dan bangunan sudah
barang tentu penghidupan
masyarakat banyak yang
berada dibawah garis kemiskinan. Walaupun demikian dinamika
kependudukan yang berasal
dari latar belakang yang
berbeda-beda dan disiplin ilmu
yang bermacam-macam tentu saja
sangat berpengaruh didalam
mewarnai pola penghidupan dan kehidupan masyarakat. Pedukuhan Bongsren dibagi
menjadi empat kring yaitu kring I terdiri dari RT 01, RT 02 dan RT 04, kemudian
kring II terdiri dari RT 05 dan RT 06, kemudian untuk kring III meliputi RT 03
dan kring IV meliputi RT 07 saja. Dan masing-masing kring dipimpin oleh ketua
kring, begitu juga halnya dengan perkumpulan ibu-ibu dan pemuda Bongsren juga
dibagi menjadi empat kring yang masing-masing kring dipimpin oleh masing-masing
ketua kring itu sendiri. Pemetaan masyarakat melalui pembagian kring ini dilakukan
untuk mempermudah segala bentuk koordinasi dan segala aktivitas di Pedukuhan
Bongsren
B. Observasi
Berdasarkan
hasil observasi, komunikasi dan kondisi psikologis warga dapat ditunjukkan
dengan keadaan sebagai berikut warga Bongsren secara umum cukup terbuka akan
keadaan dirinya, penerimaan warga terhadap orang yang baru dikenal sangat baik,
kebanyakan warga menyapa dengan senyum dan sapaan ringan saat berjumpa dan
berpapasan di jalan pedukuhan, komunikasi warga melalui kegiatan bersama lewat
arisan, posyandu dan Paud cukup efektif, bila ada masalah warga lebih sering
bercerita dengan tetangga yang bisa dipercaya, beberapa warga terlihat ada yang
membicarakan warga yang satu dengan warga lainnya, beberapa warga tampak sangat
senang dan bersemangat bila didatangi kerumahnya, ditunjukkan dengan percakapan
yang akrab dengan orang yang baru dikenalnya.
C. Wawancara
Berdasarkan
wawancara yang sudah dilakukan dengan Kepala Dukuh Bongsren bahwa dikatakan “ keadaan masyarakat di sini ya..bisa
dikatakan berjalan wajar-wajar saja, gak sampai ada permasalahan yang terlalu
berarti” masyarakatnya yang heterogen menyebabkan cukup kompak dan saling
melengkapi satu sama lain. Walaupun begitu, Bapak Dukuh juga mengatakan bahwa
beberapa warga masyarakatnya di beberapa RT mengalami masalah kejiwaan yang
dikatakan sebagai stress oleh sebagian masyarakat, seperti berikut ini “ya..tapi memang ada ini di utara RT 01 ini
ada itu warga yang bisa dikatakan gangguan mentallah..,di depan sini juga ada,
itu ada pemuda rumahnya deket makam di atas itu juga ada, kalau banyak yang
bilang stress”
Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa warga dukuh bahwa dikatakan beberapa masyarakat Bongsren
kerapkali mengalami konflik dengan pasangannya baik dengan suami ataupun
istrinya yang menyebabkan ketidaknyamanan dengan salah satu pasangan dan
berakhir dengan banyaknya terjadi perselingkuhan di Bongsren. Seperti yang
dikatakan oleh salah satu ibu-ibu “kalau
berantem sama suami atau istri itu mah biasa toh mbak, namanya pasangan, yoo
tapi ya biasanya karena masalah ekonomi, masalah anak sekolah, masalah dapur,
ya biasa begitu. Kalau yang gak puas yoo banyak yang nyari PIL dan WIL begitu
hehehehe”
Diceritakan pula oleh warga bahwa
beberapa tahun lalu ada warga yang berselingkuh dan diketahui oleh warga
lainnya sehingga warga tersebut diwajibakan untuk membayar denda pada dukuh
tempatnya tinggal. Selain itu warga juga menceritakan, bahwa permasalahan
ekonomi kerapkali menjadi faktor penting dalam konflik di dalam rumah tangga,
apalagi biaya pendidikan anak-anak serta kebutuhan keluarga yang juga harus
dipenuhi menyebabkan banyak keluarga yang belum memiliki ketrampilan coping
yang baik untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari.
Sedangkan salah satu pemuda Bongsren
mengatakan bahwa anak-anak muda di dukuh Bongsren khususnya di kring satu
rata-rata semua mengeyam pendidikan sampai bangku SMU/SMK, sebagian besar yang
sudah lulus SMU biasanya pergi bekerja merantau ke Jakarta khususnya Bekasi dan
Bandung khususnya Tasik, tetapi sebagian lagi yang secara ekonomi mampu bisa
melanjutkan kembali ke jenjang perguruan tinggi. Walaupun demikian, dikatakan
pula bahwa ada salah satu pemuda dan pemudi Bongsren di RT 04 yang kurang
memiliki penyesuaian diri yang baik secara sosial di masyarakat, dijelaskan
bahwa pemuda ini tidak pernah keluar rumah dan jarang bergaul dengan
teman-teman sebayanya. Seperti yang dikatakan sebelumnya “nek pemuda sini jumlahnya sedikit mbak, karena banyak yang pergi
merantau keluar Jogja, ada uang ke jakarta dan Bandung, biasanya itu daerah
Tasik karena banyak pabrik. Kan sebelumnya sudah ada pemuda lain yang duluan
kerja disana, makanya banyak yang menyusul mengadu nasib kesana.Rata-rata sih
semua disini sekolah sampe SMA yahh kecuali kayak saya yang gak mampu ya
langsung kerja, tapi kalau yang mampu ya kuliah mbak” Diceritakan pula
bahwa ada salah satu teman mereka mengalami gangguan kejiwaan karena
permasalahan ekonomi dan masalah pacar yang akhirnya menyebabkan teman mereka
tersebut putus sekolah dan tidak memiliki kegiatan yang pasti sampai saat ini.
D. FGD (Focus Group Discussion)
FGD (Focus
Group Discussion) adalah suatu metode riset yang oleh
Irwanto (1988:1) didefinisikan sebagai “suatu proses pengumpulan informasi
mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi
kelompok” . Dengan perkataan lain FGD merupakan proses pengumpulan informasi
bukan melalui wawancara, bukan perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik
spesifik. Metode FGD termasuk metode kualitatif.
Berdasarkan
hasil FGD dengan ibu-ibu kader Dasa Wisma maka dapat dijelaskan bahwasanya
masyarakat Bongsren pada dasarnya secara umum baik dan sewajarnya, akan tetapi
beberapa tahun terakhir ini sering terjadi permasalahan perselingkuhan di
Bongsren. Keadaan ini terkadang dipicu oleh permasalahan rumah tangga yang
dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi yang menyebabkan hubungan antara pasangan
menjadi tidak harmonis. Warga juga menjelaskan beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan kesehatan mental warganya antara lain, ada salah satu warga
di RT 01 yang mengalami gangguan kejiwaan karena permasalahan dengan saudaranya
dan menyebabkan putus sekolah.
Seperti
yang dikutip berikut ini “kalau disini
kayake aman-aman wae mbak, yo tapi dua tahun lalu itu ya banyak juga warga yang
selingkuh”
Ini
disini ada yang stresslah biasanya orang-orang bilang, itu dulu orangnya sampe
putus sekolah, wong keturunan itu ya kayaknya mbak, ibunya itu juga pernah
stress dulu. kalau waktu dia sakit itu suka lari-lari, teriak-teriak pake
kacamata item keliling itu,lucu men”
Sedangkan
dijelaskan lagi bahwa ada warga di RT 03 yang memiliki permasalahan psikologis
seperti diceritakan berikut “ini di RT 03
ada itu mbak, sopo jenenge?itu gara-gara masalah kecil keinginannya gak
dituruti sama suaminya trus bunuh diri itu nyemplung di sumur, sudah dua kali
itu malah, tapi ya ditolong sama suainya trus selamat akhirnya”
Di
RT 04 terdapat juga seorang warga berumur 21 tahun yang seharusnya bersekolah
di SLB, akan tetapi oleh orang tuanya dilarang untuk bersekolah karena alasan
malu bila anaknya bersekolah di SLB, padahal anaknya memiliki kemauan dan
keinginan untuk bersekolah, sehingga anaknya tidak mendapat pendidikan yang
layak dan secara sosial dikucilkan serta tidak memiliki teman bermain seperti
yang dikatakan sebelumnya “ini dibelakang
rumah bu mur itu ada anak laki-laki sudah gede itu, umur sepantaran sopo yo
kui, kalau gak salah sekitar 21 tahun, udah gede itu toh mbak, dilarang keluar
sama orang tuanya. Itu kan IQnya gak nyandak masuk ke sekolah negeri, sudah
dibilangin dulu dari desa apa Puskesmas itu biar anaknya sekolah di SLB,tapi
mungkin orang tuanya malu kalau anaknya sekolah di SLB, anaknya dua laki-laki,
keduanya gak pernah keluar rumah”
Permasalahan
lainnya dijelaskan lagi bahwa di RT 05 ada seorang pemuda yang mengalami
gangguan mental karena alasan tidak jadi menikah dengan wanita pilihannya dan
kemudian memutuskan membantu ibunya yang sampai sekarang jarang keluar rumah
dan hanya melakukan aktivitas di dalam rumah saja seperti yang diungkapkan
sebelumnya “itu di RT 05 ada pemuda
stress karena gak jadi nikah sama pacarnya, trus stress, itu kayaknya karena dilarang
nikah atau piye ya itu dulu masalahnya. Sekaran ya Cuma di rumah aja
bantu-bantu orang tuanya”. Begitu juga yang terjadi di RT 07 ada seorang
remaja putri yang juga mengalami gangguan kejiwaan dimana disebabkan
permasalahan karena ditolak oleh laki-laki yang disukainya, diungkapkan oleh
salah satu peserta bahwa “nek di RT 07
ada itu mbak, cewek stress karena ditolak sama laki-lakinya, itu beda RT
laki-lakinya, sampai sempat ngamuk itu dulu karena ditolak, pas laki-lakinay
ini nikah dia ngamuk ke rumahnya yang laki-laki ini. Sekarang sering buat-buat
puisi dan syair-syair menyindir orang-orang yang disukainya “
Ditambahkan lagi “nek selama ini sih mereka yang stress itu
berobat sendiri-sendiri aja sama keluarganya, kalau nek apa tadi pendampingan
psikologi gitu gak ada mbak, kalau nek wiss ngamuk ya diajak ke RSJ Grashia
itu”
Berdasarkan uraian hasil asessmen yang sudah
dilakukan melalui observasi, wawancara dan FGD maka dapat disimpulkan bahwa
rumusan masalahnya adalah :
§ Heterogennya
warga masyarakat Bongsren bila dilihat dari sisi pendidikannya ternyata tidak
disertai dengan peningkatan informasi dan layanan tentang kesehatan mental bagi
masyarakatnya sendiri. Sehingga diperlukan upaya bagaimana agar masyarakat
memiliki pengetahuan dasar terlebih dahulu tentang masalah-masalah kesehatan
mental.
§ Ketrampilan
coping yang masih rendah pada masyarakat saat menghadapi situasi-situasi yang
menekan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan upaya intervensi untuk
membekali ketrampilan coping bagi masyarakat.
INTERVENSI
PSIKOEDUKASI KESEHATAN MENTAL
Pada
dasarnya intervensi yang dipilih adalah psikoedukasi dalam jenis penyuluhan kesehatan mental bagi
masyarakat Dukuh Wilayah Bongsren dan Ngaran yang menjadi wilayah praktek
kerja. Menurut Nelson-jones (dalam
supratiknya, 2008) Alasannya digunakannya metode ini adalah melihat dari
menguatnya minat kalangan psikolog dan konselor untuk mengembangan bidang
psikoedukasi atau pendidikan pribadi-sosial :
1.
Dinegara-negara maju
tidak tersedia dan tidak akan pernah tersedia tenaga psikolog-konselor termasuk
paraprofesional dalam jumlah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
layanan psikologis secara individual. Nelson – jones juga menambahkan bahwa
masyarakat perlu disiapkan agar memahami dan mampu menerapkan sendiri prinsip-prinsip pasikologis dalam
menghadapai tantangan hidup sehari-hari.
2.
Dimasa lalu terlalu
banyak waktu dan tenaga para psikoliog-konselor tercurah untuk memberikan
layanan remedial bagi sekelompok kecil orang khususnya lewat pemberian layanan
konseling individual dalam ruang praktik psikologi, hal ini menyebabkan hanya
masyarakat ekonomi kelas atas saja yang dapat merasakan layanan psikologi. Dengan demikian adanya tuntutan untuk memeratakan pemberian layanan
psikologis bagi kelompok masyarakat yang lebih luas.
3.
Tumbuhnya kesadaran
dikalangan psikolog-konselor tentang makin perlunya memberikan preventif dan
pencegahan (profilaktik) dan developmental bagi banyak kelompok warga masyarakat diberbagai seting kehidupan.
4.
Akuntabilitas. Secara
prinsipnya mengatakan bahwa makin besar hasil atau manfaat yang bisa dipetik
dari biaya tertentu yang telah dikeluarkan untuk melakukan aktifitas tertentu,
maka makin akuntabel-lah aktifitas tersebut. Maka jika psikolog-konselor yang
dihasilkan kemudian hanya duduk pasif dalam ruangan menunggu klien datang
meminta konseling remedial, upaya tersebut kalah akuntabel dibandingkan jika
psikolog-konselor pro aktif melakukan layanan lapangan.
Psikoedukasi
Dilingkungan Komunitas
Dikalangan profesi konseling di
Amerika Serikat dikenal sejumlah bidang spesialisasi meliputi : konseling
karir, konseling perguruan tinggi, konseling komunitas, konseling perkawinan dan keluarga, konseling
kesehatan mental, konseling rehabilitasi, koseling sekolah, konseling adiksi
atau kecanduan, konseling penempatan kerja, konseling pelanggar hukum. Dari
antara berbagai spesialisasi itu, konon konseling komunitas paling sulit
dirumuskan batas-batasnya (Hershenson, Power & Waldo, 1996).
Secara lebih spesifik ada sejumlah ciri
yang dipakai sebagai pembatas bidang layanan koseling komunitas (Hershenson,
Power & Waldo, 1996) :
a.
Layanan itu diselenggarakan dalam lingkungan community agency atau lembaga komunitas
tertentu seperti masjid, gereja, PKK ;
intinya bukan sekolah atau industri.
b.
Intervensinya difokuskan pada masalah-masalah kehidupan
komunitas, bukan misalnya
masalah-masalah individu atau keluarga.
c.
Layanannya bersifat
proaktif dalam arti preventif-developmental, multifaset atau menyentuh berbagai
aspek kebutuhan klien, kontekstual, dan memberdayakan, serta
d.
Bertujuan mengembangkan
aneka keterampilan terkait dengan upaya
membangun kesehatan metal komunitas.
Di Amerika Serikat, lingkungan layanan
konseling komunitas yang cukup penting meliputi lembaga-lembaga sebagai berikut
((Hershenson, Power & Waldo, 1996). Pertama,
pusat-pusat kesehatan mental komunitas. Lembaga ini lazimnya mengutamakan
pemberian layanan sebagai berikut
a.
Primary
preventation atau pencegahan dini, bertujuan menolong
kelompok atau perorangan yang dipandang memiliki resiko tinggi untuk mengalami
gangguan tingkah laku.
b.
Crisis
interventation atau pendampingan menghadapi atau mengatasi situasi krisis.
c.
Layanan
konsultasi , lazimnya berupa bantuan menjalin kontak dan konsultasi dengan lembaga-lembaga layanan publik lain,
seperti rumah sakit, pusat rehabilitasi penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya
d.
Layanan
remediasi dan rehabilitasi, termasuk tindakan
melakukan diagnosis dan perawatan
berbagai jenis gangguan mental
e.
Layanan
psikoedukasi, khususnya pemberian informasi dan
pelatihan aneka keterampilan ke arah
peningkatan kesehatan mental.
INTERVENSI
YANG DILAKUKAN DAN IMPLEMENTASINYA :
Penyuluhan
(pemberian psikoedukasi) tentang kesehatan mental secara umum dan
mensosialisasikan peran Psikolog Klinis dalam masalah-masalah psikologis warga
seharai-hari dengan tujuan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang
kesehatan mental sebagai cara untuk mencegah terjadinya masalah-masalah
psikologis dan kejiwaan di masyarakat Dukuh Bongsren. Materi yang disampaikan
yaitu :
a.
Memberikan penjelasan
tentang pengertian tentang kesehatan mental
b.
Memberikan penjelasan
tentang ciri-ciri orang yang sehat mental
c.
Memberikan penjelasan
tentang materi “psikosomatis” yang
terdiri dari pengertian psikosomatis, proses terjadinya psikosomatis,
gejala-gejala fisik yang muncul akibat psikosomatis dan cara untuk mencegah
spikosomatis
d.
Memberikan penjelasan
tentang materi penyakit psikologis akibat stress yaitu kecemasan dan depresi),
faktor-faktor penyebab stress, tanda-tanda stress, cara mencegah stress dan
cara mengelola emosi akibat stress
e.
Memberikan penjelasan
tentang peran psikolog klinis dalam masyarakat
f.
Memberikan informasi
bahwa perlunya upaya nyata akan kesehatan secara holistik yaitu kesehatan
secara fisik, mental, sosial dan spiritual dalam masyarakat yang bisa dicapai
dengan bersinerginya peran paramedis, dokter, perawat, psikolog, perangkat
desa, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri.
1)
Ibu-ibu
PKK Dukuh Bongsren
Psikoedukasi
dan penyuluhan tentang materi Kesehatan Mental dilaksanakan pada hari Minggu
tanggal 10 Juni 2011 di Balai Serbaguna PAUD Dukuh Bongsren pada jam 15.00 WIB.
Pada awalnya pertemuan ini adalah pertemuan ibu-ibu PKK Dukuh Bongsren yang
akan mengadakan arisan. Akan tetapi setelah dengan berdiskusi dengan kader PKK
nya sendiri tentang maksud dan tujuan kami, akhirnya kami diberikan waktu untuk
mengisi acra psikoedukasi ini. Dari target grup yang direncanakan 40 orang,
akan tetapi yang menghadiri psikoedukasi ini berjumlah 26 orang, berarti
sekitar 65% intervensi ini dapat dikatakan cukup berhasil.
2)
Bapak-bapak
Warga Kring I Dukuh Bongsren
Psikoedukasi
dan penyuluhan tentang materi Kesehatan Mental dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 14 Juni 2011 di rumah Bapak Sugiyo pada jam 20.00-23.00 WIB. Pada
awalnya pertemuan ini adalah pertemuan rutin bapak-bapak warga kring I Dukuh Bongsren yang akan mengadakan diskusi
tentang gotong-royong dan acara siskamling. Akan tetapi setelah berdiskusi
dengan Bapak Dukuh Bongsren tentang maksud dan tujuan kami, akhirnya kami
diberikan waktu untuk mengisi acara psikoedukasi ini. Dari target grup 50 orang
yang direncanakan hadir, akan tetapi yang menghadiri psikoedukasi ini berjumlah
28 orang, berarti sekitar 56 % intervensi ini dapat dikatakan cukup berhasil
menarik minat warga.
3)
Pemuda-pemudi
Dukuh Bongsren
Psikoedukasi
dan penyuluhan tentang materi Kesehatan Mental untuk pemuda Bongsren
dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 Juli 2011 pada jam 20.00-21.30 WIB. Pada
awalnya pertemuan ini adalah pertemuan rutin pemuda-pemudi Dukuh Bongsren yang akan mengadakan rapat
menjelang bulan Ramadhan. Akan tetapi setelah berdiskusi dengan Ketua pemuda
Dukuh Bongsren tentang maksud dan tujuan kami, akhirnya kami diberikan waktu
untuk mengisi acara psikoedukasi ini. Dari target grup sekitar 50 orang yang
direncanakan hadir, akan tetapi yang menghadiri psikoedukasi ini berjumlah 20
orang, berarti haya sekitar 40 % intervensi ini dapat dikatakan cukup berhasil
menarik minat pemuda.
HASIL INTERVENSI
Berdasarkan
hasil intervensi psikoedukasi kesehatan mental yang sudah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Bongsren khususnya yang berusia
dewasa dan pemudanya setelah diberikan psikoedukasi cukup memiliki pemahaman
yang baik tentang kesehatan mental dan kejiwaannya terutama bagi diri sendiri
dan lingkungan sekitarnya. Peserta juga mengetahui peran Psikolog Klinis dalam
masyarakat dan akses terhadap pelayanan psikologi itu seperti apa. Intervensi
ini juga mendapat respon yang cukup baik karena banyak masyarakat setelah
diberikan psikoedukasi memiliki kesadaran langsung untuk berkonsultasi tentang
permasalahan mereka. Masyarakat juga sebagian cukup peka dan sensitif terhadap
permasalahan lingkungan di sekitarnya. Sedangkan bagi pemuda-pemudi Bongsren
setelah dilakukan post test hasil yang diperoleh yaitu sebagian pemuda setelah
diberikan psikoedukasi kesehatan mental semakin memiliki pengetahuan baru dan
pemahaman yang benar tentang informasi kesehatan mental guna mewujudkan kesehatan
masyarakat secara holistik.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, S.,
2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , Rineka Cipta,
Jakarta.
Atkinson, R.,
1997. Pengantar Psikologi, Interaksara, Batam.
Davis, M.,
Eshelman, E.R., McKay, M., 1995. Panduan Relaksasi & Reduksi Stres (Terjemahan),Edisi
III, EGC. Jakarta.
Departemen
Kesehatan RI, 1983. Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia.
Ditkes. Yankes Depkes RI. Jakarta.
Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
Yustinus Semiun 2002. Kesehatan
Mental. Kanisius. Yogyakarta
Dr. Zakiah Darajat. Kesehatan Mental. PT.Gunung Agung. Jakarta
Dr. Zakiah Darajat. Kesehatan Mental. PT.Gunung Agung. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar