Kamis, 02 Januari 2014

Psikoedukasi Kesehatan Mental


PSIKOEDUKASI KESEHATAN MENTAL SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF UNTUK MEWUJUDKAN  KESEHATAN HOLISTIK MASYARAKAT DI DUKUH  BONGSREN, DESA GILANGHARJO, KECAMATAN PANDAK, BANTUL YOGYAKARTA
Dewa Ayu Eka Purba Dharmatari
Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Klinis
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

ABSTRAK : Mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku. Sehat kejiwaan sangat sulit untuk di pertahankan, begitu banyak orang yang mengalami masalah gangguan psikis yang jika tidak mendapat jalan keluar yang sesuai maka bisa saja orang tersebut mengalami gangguan mental. Jadi semua manusia mengalami dualitas sakit dan sehat. Psikoedukasi berupa pemberian informasi kesehatan mental dapat menjadi langkah strategis untuk mencegah terjadinya gangguan mental serta dapat mewujudkan kesehatan masyarakat yang menyeluruh dan holistik secara fisik, mental, social dan spiritual.
Keywords : kesehatan mental, psikoedukasi, kesehatan holistik masyarakat
KATA PENGANTAR
Kondisi kesehatan yang saat ini sedang terjadi di dunia adalah transformasi dan perubahan dari banyaknya keluhan penyakit infeksi menjadi non-infeksi ataupun kelainan mental yang disertai oleh penyakit lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti gaya hidup, perilaku masyarakat, dan kandungan nilai pola hidup itu sendiri. Sebagai gambaran, kehidupan saat ini didominasi oleh karir yang menjadi prioritas dalam hidup dimana jika pola hidup dalam masyarakat dititikberatkan pada karir maka lama-kelamaan akan timbul suatu masa jenuh dan akhirnya mengarah ke stress yang dapat mengganggu kesehatan mental seseorang.
Di Indonesia sendiri prevalensi dari suatu populasi yang memiliki gangguan dalam kesehatan mental mencapai 185/1000, dimana idealnya jika prevalensi dari suatu populasi melebihi 100/1000 maka populasi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai populasi yang patut mendapat perhatian penuh untuk masalah kesehatan mentalnya. Menurut data poin prevalensi yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia seperti di Nanggroe Aceh Darussalam dan di Pulau Jawa menggambarkan besarnya masalah kesehatan yang terjadi saat ini. Namun jika ditinjau dari aspek kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup masyarakatnya, Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan 10 tahun yang lalu dimana hal ini menandakan Pemerintah sudah mulai melakukan dan menjalankan usaha-usaha preventif dan penanganan terkait hal diatas. Sejumlah riset menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan memiliki hubungan dengan masalah-masalah sosial kejiwaan dan perilaku. Di Indonesia, orang-orang stress semakin banyak.
Pentingnya dari pembahasan masalah kesehatan mental dan psikososial adalah karena dalam kenyataan saat ini prevalensi dari kelainan kesehatan mental di dunia sudah mencapai 25%, dan 40%-nya merupakan kesalahan dari diagnosis dan akhirnya menyebabkan pengeluaran uang untuk berbagai keperluan yang kurang esensial dan tepat guna. Dimana mayoritas dari penderita ini merupakan orang dewasa dan dating dengan keluhan fisik dimana tidak ada riwayat kelainan mental sebelumnya. Sebagai contoh ada pasien berumur 45 tahun yang berobat ke dokter mengeluhkan sakit perut, flu, pegal, dan merasa diteror oleh pihak-pihak tertentu, kemudian karena dokternya lebih menitikberatkan pada flu dan pegalnya sehingga didiagnosis sebagai Rheumatoid Arthtritis, kemudian si pasien harus mengeluarkan biaya untuk berbagai tes diagnosis dan pengobatan selama bertahun-tahun dan tidak sembuh-sembuh. Setelah si pasien mencoba berkonsultasi ke ahli jiwa didapatkan diagnosis bahwa si pasien mengalami kelainan jiwa. Dari contoh diataslah didapatkan betapa pentingnya masalah kesehatan mental dan psikososial di masyarakat sebagai pendukung terwujudnya sistem kesehatan yang baik.
Didasari dari kesadaran bahwa ternyata kesehatan mental itu sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia kesehatan saat ini maka dibuatlah kebijakan-kebijakan untuk mengatur dan menanggulangi masalah-masalah tersebut dengan tujuan utama untuk menangani permasalahan kesehatan mental yg dihadapi oleh masyarakat di seluruh tingkatan pelayanan kesehatan. Dari tujuan utama tersebut didapatkan pula tujuan yg lebih spesifik yakni deteksi dini gangguan kesehatan mental, penanganan yg tepat, dan sistem perujukan yg efektif dari setiap tingkatan pelayanan kesehatannya. Karena alasan inilahWHO (World Health Organization) menghimbau kepada Negara-negara berkembang dimana Indonesia merupakan salah satunya, untuk meningkatkan sistem jasa pelayanan terhadap gangguan pelayanan kesehatan.
Dari semua penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah gangguan kesehatan mental di dunia terutama di Indonesia dan khususnya di Yogyakarta merupakan masalah penting yg harus segera ditangani agar tidak menghambat terwujudnya kesehatan Indonesia dan dunia secara menyeluruh. Dimana penanganan dan usaha yg bisa dilakukan adalah mengkonduksikan fasilitas-fasilitas di seluruh area dimulai dari tingkatan puskesmas hingga tingkatan yg lebih tinggi, dan pemberian informasi dasar tentang masalah kesehatan penting akan dirasa penting sebagai upaya preventif membantu usaha pemerintah dalam berjuang memberdayakan masyarakat secara holistik.
Mental hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya kerusakan mental atau malajudjusment. Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan. Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental sangat penting bagi setiap fase kehidupan. kesehatan mental meliputi upaya-upaya mengatasi stres, berhubungan dengan orang lain, dan mengambil keputusan.
Kesehatan mental tertentang dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang akan mengalaminya. tidak sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang kehidupannya. Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).

KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT
1. Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
  1. Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak. 
  2. Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
2. Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
4. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.


HASIL ASSESMEN LAPANGAN
A.    Orientasi Kancah
Gilangharjo adalah desa di kecamatan Pandak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Desa ini memiliki luas ± 726 hektar, terdiri dari 15 Dusun dan 91 RT. Kelima belas dusun tersebut diantaranya: Dusun Kadisoro, Dusun Jodog, Dusun Karangasem, Dusun Daleman, Dusun Jomboran, Dusun Kauman, Dusun Kadekrowo, Dusun Bongsren, Dusun Ngaran, Dusun Karanggede, Dusun Gunting, Dusun Depok, Dusun Tegallurung, Dusun Banjarwaru, dan Dusun Krekah. Jumlah penduduk Desa Gilangharjo pada tahun 2009 sebanyak 16.390 jiwa terdiri dari 4.653 kepala keluarga.
Desa Gilangharjo sebuah desa yang memiliki beragam potensi wisata yang berada diantara kawasan segitiga emas Bantul, Yogyakarta yaitu Gabusan, Manding, dan Tembi. Lokasi desa ini hanya berjarak sekitar 45 menit dari pusat Kota Yogyakarta. Dengan Motto Desa “Berjalan Serempak Menuju Kemandirian” . Dengan motto desa tersebut tentunya membuat paradigma tersendiri di dalam masyarakat agar dapat memberdayakan lingkungan terkecilnya yang dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu, kemudian keluarga dan masyarakat desa secara umum.
Sedangkan Dukuh yang menjadi tempat kerja praktek kami adalah di Dukuh Bongsren. Dukuh ini yang dilihat  dari  kegiatan  ekonomi  masyarakatnya secara umum, yang  mayoritas  buruh tani  dan bangunan  sudah  barang tentu penghidupan  masyarakat  banyak  yang  berada dibawah  garis  kemiskinan. Walaupun demikian  dinamika  kependudukan yang berasal dari latar  belakang  yang  berbeda-beda  dan disiplin  ilmu  yang  bermacam-macam tentu  saja  sangat  berpengaruh didalam mewarnai pola penghidupan dan kehidupan masyarakat. Pedukuhan Bongsren dibagi menjadi empat kring yaitu kring I terdiri dari RT 01, RT 02 dan RT 04, kemudian kring II terdiri dari RT 05 dan RT 06, kemudian untuk kring III meliputi RT 03 dan kring IV meliputi RT 07 saja. Dan masing-masing kring dipimpin oleh ketua kring, begitu juga halnya dengan perkumpulan ibu-ibu dan pemuda Bongsren juga dibagi menjadi empat kring yang masing-masing kring dipimpin oleh masing-masing ketua kring itu sendiri. Pemetaan masyarakat melalui pembagian kring ini dilakukan untuk mempermudah segala bentuk koordinasi dan segala aktivitas di Pedukuhan Bongsren
B.     Observasi
Berdasarkan hasil observasi, komunikasi dan kondisi psikologis warga dapat ditunjukkan dengan keadaan sebagai berikut warga Bongsren secara umum cukup terbuka akan keadaan dirinya, penerimaan warga terhadap orang yang baru dikenal sangat baik, kebanyakan warga menyapa dengan senyum dan sapaan ringan saat berjumpa dan berpapasan di jalan pedukuhan, komunikasi warga melalui kegiatan bersama lewat arisan, posyandu dan Paud cukup efektif, bila ada masalah warga lebih sering bercerita dengan tetangga yang bisa dipercaya, beberapa warga terlihat ada yang membicarakan warga yang satu dengan warga lainnya, beberapa warga tampak sangat senang dan bersemangat bila didatangi kerumahnya, ditunjukkan dengan percakapan yang akrab dengan orang yang baru dikenalnya.
C.    Wawancara
Berdasarkan wawancara yang sudah dilakukan dengan Kepala Dukuh Bongsren bahwa dikatakan “ keadaan masyarakat di sini ya..bisa dikatakan berjalan wajar-wajar saja, gak sampai ada permasalahan yang terlalu berarti” masyarakatnya yang heterogen menyebabkan cukup kompak dan saling melengkapi satu sama lain. Walaupun begitu, Bapak Dukuh juga mengatakan bahwa beberapa warga masyarakatnya di beberapa RT mengalami masalah kejiwaan yang dikatakan sebagai stress oleh sebagian masyarakat, seperti berikut ini “ya..tapi memang ada ini di utara RT 01 ini ada itu warga yang bisa dikatakan gangguan mentallah..,di depan sini juga ada, itu ada pemuda rumahnya deket makam di atas itu juga ada, kalau banyak yang bilang stress”
Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga dukuh bahwa dikatakan beberapa masyarakat Bongsren kerapkali mengalami konflik dengan pasangannya baik dengan suami ataupun istrinya yang menyebabkan ketidaknyamanan dengan salah satu pasangan dan berakhir dengan banyaknya terjadi perselingkuhan di Bongsren. Seperti yang dikatakan oleh salah satu ibu-ibu “kalau berantem sama suami atau istri itu mah biasa toh mbak, namanya pasangan, yoo tapi ya biasanya karena masalah ekonomi, masalah anak sekolah, masalah dapur, ya biasa begitu. Kalau yang gak puas yoo banyak yang nyari PIL dan WIL begitu hehehehe”
Diceritakan pula oleh warga bahwa beberapa tahun lalu ada warga yang berselingkuh dan diketahui oleh warga lainnya sehingga warga tersebut diwajibakan untuk membayar denda pada dukuh tempatnya tinggal. Selain itu warga juga menceritakan, bahwa permasalahan ekonomi kerapkali menjadi faktor penting dalam konflik di dalam rumah tangga, apalagi biaya pendidikan anak-anak serta kebutuhan keluarga yang juga harus dipenuhi menyebabkan banyak keluarga yang belum memiliki ketrampilan coping yang baik untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari.
Sedangkan salah satu pemuda Bongsren mengatakan bahwa anak-anak muda di dukuh Bongsren khususnya di kring satu rata-rata semua mengeyam pendidikan sampai bangku SMU/SMK, sebagian besar yang sudah lulus SMU biasanya pergi bekerja merantau ke Jakarta khususnya Bekasi dan Bandung khususnya Tasik, tetapi sebagian lagi yang secara ekonomi mampu bisa melanjutkan kembali ke jenjang perguruan tinggi. Walaupun demikian, dikatakan pula bahwa ada salah satu pemuda dan pemudi Bongsren di RT 04 yang kurang memiliki penyesuaian diri yang baik secara sosial di masyarakat, dijelaskan bahwa pemuda ini tidak pernah keluar rumah dan jarang bergaul dengan teman-teman sebayanya. Seperti yang dikatakan sebelumnya “nek pemuda sini jumlahnya sedikit mbak, karena banyak yang pergi merantau keluar Jogja, ada uang ke jakarta dan Bandung, biasanya itu daerah Tasik karena banyak pabrik. Kan sebelumnya sudah ada pemuda lain yang duluan kerja disana, makanya banyak yang menyusul mengadu nasib kesana.Rata-rata sih semua disini sekolah sampe SMA yahh kecuali kayak saya yang gak mampu ya langsung kerja, tapi kalau yang mampu ya kuliah mbak” Diceritakan pula bahwa ada salah satu teman mereka mengalami gangguan kejiwaan karena permasalahan ekonomi dan masalah pacar yang akhirnya menyebabkan teman mereka tersebut putus sekolah dan tidak memiliki kegiatan yang pasti sampai saat ini.


D.    FGD (Focus Group Discussion)
FGD  (Focus Group Discussion) adalah suatu metode riset yang oleh Irwanto (1988:1) didefinisikan sebagai “suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok” . Dengan perkataan lain FGD merupakan proses pengumpulan informasi bukan melalui wawancara, bukan perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik spesifik. Metode FGD termasuk metode kualitatif.
Berdasarkan hasil FGD dengan ibu-ibu kader Dasa Wisma maka dapat dijelaskan bahwasanya masyarakat Bongsren pada dasarnya secara umum baik dan sewajarnya, akan tetapi beberapa tahun terakhir ini sering terjadi permasalahan perselingkuhan di Bongsren. Keadaan ini terkadang dipicu oleh permasalahan rumah tangga yang dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi yang menyebabkan hubungan antara pasangan menjadi tidak harmonis. Warga juga menjelaskan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan mental warganya antara lain, ada salah satu warga di RT 01 yang mengalami gangguan kejiwaan karena permasalahan dengan saudaranya dan menyebabkan putus sekolah.
Seperti yang dikutip berikut ini “kalau disini kayake aman-aman wae mbak, yo tapi dua tahun lalu itu ya banyak juga warga yang selingkuh”
Ini disini ada yang stresslah biasanya orang-orang bilang, itu dulu orangnya sampe putus sekolah, wong keturunan itu ya kayaknya mbak, ibunya itu juga pernah stress dulu. kalau waktu dia sakit itu suka lari-lari, teriak-teriak pake kacamata item keliling itu,lucu men”
Sedangkan dijelaskan lagi bahwa ada warga di RT 03 yang memiliki permasalahan psikologis seperti diceritakan berikut “ini di RT 03 ada itu mbak, sopo jenenge?itu gara-gara masalah kecil keinginannya gak dituruti sama suaminya trus bunuh diri itu nyemplung di sumur, sudah dua kali itu malah, tapi ya ditolong sama suainya trus selamat akhirnya”
Di RT 04 terdapat juga seorang warga berumur 21 tahun yang seharusnya bersekolah di SLB, akan tetapi oleh orang tuanya dilarang untuk bersekolah karena alasan malu bila anaknya bersekolah di SLB, padahal anaknya memiliki kemauan dan keinginan untuk bersekolah, sehingga anaknya tidak mendapat pendidikan yang layak dan secara sosial dikucilkan serta tidak memiliki teman bermain seperti yang dikatakan sebelumnya “ini dibelakang rumah bu mur itu ada anak laki-laki sudah gede itu, umur sepantaran sopo yo kui, kalau gak salah sekitar 21 tahun, udah gede itu toh mbak, dilarang keluar sama orang tuanya. Itu kan IQnya gak nyandak masuk ke sekolah negeri, sudah dibilangin dulu dari desa apa Puskesmas itu biar anaknya sekolah di SLB,tapi mungkin orang tuanya malu kalau anaknya sekolah di SLB, anaknya dua laki-laki, keduanya gak pernah keluar rumah”
Permasalahan lainnya dijelaskan lagi bahwa di RT 05 ada seorang pemuda yang mengalami gangguan mental karena alasan tidak jadi menikah dengan wanita pilihannya dan kemudian memutuskan membantu ibunya yang sampai sekarang jarang keluar rumah dan hanya melakukan aktivitas di dalam rumah saja seperti yang diungkapkan sebelumnya “itu di RT 05 ada pemuda stress karena gak jadi nikah sama pacarnya, trus stress, itu kayaknya karena dilarang nikah atau piye ya itu dulu masalahnya. Sekaran ya Cuma di rumah aja bantu-bantu orang tuanya”. Begitu juga yang terjadi di RT 07 ada seorang remaja putri yang juga mengalami gangguan kejiwaan dimana disebabkan permasalahan karena ditolak oleh laki-laki yang disukainya, diungkapkan oleh salah satu peserta bahwa “nek di RT 07 ada itu mbak, cewek stress karena ditolak sama laki-lakinya, itu beda RT laki-lakinya, sampai sempat ngamuk itu dulu karena ditolak, pas laki-lakinay ini nikah dia ngamuk ke rumahnya yang laki-laki ini. Sekarang sering buat-buat puisi dan syair-syair menyindir orang-orang yang disukainya “
Ditambahkan lagi “nek selama ini sih mereka yang stress itu berobat sendiri-sendiri aja sama keluarganya, kalau nek apa tadi pendampingan psikologi gitu gak ada mbak, kalau nek wiss ngamuk ya diajak ke RSJ Grashia itu”
Berdasarkan uraian hasil asessmen yang sudah dilakukan melalui observasi, wawancara dan FGD maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalahnya adalah :
§  Heterogennya warga masyarakat Bongsren bila dilihat dari sisi pendidikannya ternyata tidak disertai dengan peningkatan informasi dan layanan tentang kesehatan mental bagi masyarakatnya sendiri. Sehingga diperlukan upaya bagaimana agar masyarakat memiliki pengetahuan dasar terlebih dahulu tentang masalah-masalah kesehatan mental.
§  Ketrampilan coping yang masih rendah pada masyarakat saat menghadapi situasi-situasi yang menekan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan upaya intervensi untuk membekali ketrampilan coping bagi masyarakat.


INTERVENSI PSIKOEDUKASI KESEHATAN MENTAL

     Pada dasarnya  intervensi yang dipilih adalah psikoedukasi  dalam jenis penyuluhan kesehatan mental bagi masyarakat Dukuh Wilayah Bongsren dan Ngaran yang menjadi wilayah praktek kerja. Menurut Nelson-jones  (dalam supratiknya, 2008) Alasannya digunakannya metode ini adalah melihat dari menguatnya minat kalangan psikolog dan konselor untuk mengembangan bidang psikoedukasi atau pendidikan pribadi-sosial :
1.        Dinegara-negara maju tidak tersedia dan tidak akan pernah tersedia tenaga psikolog-konselor termasuk paraprofesional dalam jumlah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan psikologis secara individual. Nelson – jones juga menambahkan bahwa masyarakat perlu disiapkan agar memahami dan mampu menerapkan  sendiri prinsip-prinsip pasikologis dalam menghadapai tantangan hidup sehari-hari.
2.        Dimasa lalu terlalu banyak waktu dan tenaga para psikoliog-konselor tercurah untuk memberikan layanan remedial bagi sekelompok kecil orang khususnya lewat pemberian layanan konseling individual dalam ruang praktik psikologi, hal ini menyebabkan hanya masyarakat ekonomi kelas atas saja yang dapat merasakan layanan psikologi.  Dengan demikian adanya tuntutan  untuk memeratakan pemberian layanan psikologis bagi kelompok masyarakat yang lebih luas.
3.        Tumbuhnya kesadaran dikalangan psikolog-konselor tentang makin perlunya memberikan preventif dan pencegahan (profilaktik) dan developmental bagi banyak kelompok  warga masyarakat diberbagai seting kehidupan.
4.        Akuntabilitas. Secara prinsipnya mengatakan bahwa makin besar hasil atau manfaat yang bisa dipetik dari biaya tertentu yang telah dikeluarkan untuk melakukan aktifitas tertentu, maka makin akuntabel-lah aktifitas tersebut. Maka jika psikolog-konselor yang dihasilkan kemudian hanya duduk pasif dalam ruangan menunggu klien datang meminta konseling remedial, upaya tersebut kalah akuntabel dibandingkan jika psikolog-konselor pro aktif melakukan layanan lapangan.
Psikoedukasi Dilingkungan Komunitas
         Dikalangan profesi konseling di Amerika Serikat dikenal sejumlah bidang spesialisasi meliputi : konseling karir, konseling perguruan tinggi, konseling komunitas,  konseling perkawinan dan keluarga, konseling kesehatan mental, konseling rehabilitasi, koseling sekolah, konseling adiksi atau kecanduan, konseling penempatan kerja, konseling pelanggar hukum. Dari antara berbagai spesialisasi itu, konon konseling komunitas paling sulit dirumuskan batas-batasnya (Hershenson, Power & Waldo, 1996).
       Secara lebih spesifik ada sejumlah ciri yang dipakai sebagai pembatas bidang layanan koseling komunitas (Hershenson, Power & Waldo, 1996) :
a.         Layanan itu   diselenggarakan dalam lingkungan community agency atau lembaga komunitas tertentu  seperti masjid, gereja, PKK ; intinya  bukan sekolah  atau industri.
b.        Intervensinya  difokuskan pada masalah-masalah kehidupan komunitas,  bukan misalnya masalah-masalah individu atau keluarga.
c.         Layanannya bersifat proaktif dalam arti preventif-developmental, multifaset atau menyentuh berbagai aspek kebutuhan klien, kontekstual, dan memberdayakan, serta
d.        Bertujuan mengembangkan aneka keterampilan terkait dengan upaya  membangun kesehatan metal komunitas.
        Di Amerika Serikat, lingkungan layanan konseling komunitas yang cukup penting meliputi lembaga-lembaga sebagai berikut ((Hershenson, Power & Waldo, 1996). Pertama, pusat-pusat kesehatan mental komunitas. Lembaga ini lazimnya mengutamakan pemberian layanan sebagai berikut
a.       Primary preventation  atau pencegahan dini, bertujuan menolong kelompok atau perorangan yang dipandang memiliki resiko tinggi untuk mengalami gangguan tingkah laku.
b.      Crisis interventation atau pendampingan menghadapi  atau mengatasi  situasi krisis.
c.       Layanan konsultasi , lazimnya berupa bantuan  menjalin kontak dan konsultasi  dengan lembaga-lembaga layanan publik lain, seperti rumah sakit, pusat rehabilitasi penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya
d.      Layanan remediasi dan rehabilitasi, termasuk tindakan melakukan diagnosis dan perawatan  berbagai jenis gangguan mental
e.       Layanan psikoedukasi, khususnya pemberian informasi dan pelatihan aneka keterampilan  ke arah peningkatan  kesehatan mental.
INTERVENSI YANG DILAKUKAN DAN IMPLEMENTASINYA :

Penyuluhan (pemberian psikoedukasi) tentang kesehatan mental secara umum dan mensosialisasikan peran Psikolog Klinis dalam masalah-masalah psikologis warga seharai-hari dengan tujuan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang kesehatan mental sebagai cara untuk mencegah terjadinya masalah-masalah psikologis dan kejiwaan di masyarakat Dukuh Bongsren. Materi yang disampaikan yaitu :
a.       Memberikan penjelasan tentang pengertian tentang kesehatan mental
b.      Memberikan penjelasan tentang ciri-ciri orang yang sehat mental
c.       Memberikan penjelasan tentang materi “psikosomatis”  yang terdiri dari pengertian psikosomatis, proses terjadinya psikosomatis, gejala-gejala fisik yang muncul akibat psikosomatis dan cara untuk mencegah spikosomatis
d.      Memberikan penjelasan tentang materi penyakit psikologis akibat stress yaitu kecemasan dan depresi), faktor-faktor penyebab stress, tanda-tanda stress, cara mencegah stress dan cara mengelola emosi akibat stress
e.       Memberikan penjelasan tentang peran psikolog klinis dalam masyarakat
f.       Memberikan informasi bahwa perlunya upaya nyata akan kesehatan secara holistik yaitu kesehatan secara fisik, mental, sosial dan spiritual dalam masyarakat yang bisa dicapai dengan bersinerginya peran paramedis, dokter, perawat, psikolog, perangkat desa, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri.

1)      Ibu-ibu PKK Dukuh Bongsren
Psikoedukasi dan penyuluhan tentang materi Kesehatan Mental dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2011 di Balai Serbaguna PAUD Dukuh Bongsren pada jam 15.00 WIB. Pada awalnya pertemuan ini adalah pertemuan ibu-ibu PKK Dukuh Bongsren yang akan mengadakan arisan. Akan tetapi setelah dengan berdiskusi dengan kader PKK nya sendiri tentang maksud dan tujuan kami, akhirnya kami diberikan waktu untuk mengisi acra psikoedukasi ini. Dari target grup yang direncanakan 40 orang, akan tetapi yang menghadiri psikoedukasi ini berjumlah 26 orang, berarti sekitar 65% intervensi ini dapat dikatakan cukup berhasil.

2)      Bapak-bapak Warga Kring I Dukuh Bongsren
Psikoedukasi dan penyuluhan tentang materi Kesehatan Mental dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 Juni 2011 di rumah Bapak Sugiyo pada jam 20.00-23.00 WIB. Pada awalnya pertemuan ini adalah pertemuan rutin bapak-bapak warga kring I  Dukuh Bongsren yang akan mengadakan diskusi tentang gotong-royong dan acara siskamling. Akan tetapi setelah berdiskusi dengan Bapak Dukuh Bongsren tentang maksud dan tujuan kami, akhirnya kami diberikan waktu untuk mengisi acara psikoedukasi ini. Dari target grup 50 orang yang direncanakan hadir, akan tetapi yang menghadiri psikoedukasi ini berjumlah 28 orang, berarti sekitar 56 % intervensi ini dapat dikatakan cukup berhasil menarik minat warga.
3)      Pemuda-pemudi Dukuh Bongsren
Psikoedukasi dan penyuluhan tentang materi Kesehatan Mental untuk pemuda Bongsren dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 Juli 2011 pada jam 20.00-21.30 WIB. Pada awalnya pertemuan ini adalah pertemuan rutin pemuda-pemudi  Dukuh Bongsren yang akan mengadakan rapat menjelang bulan Ramadhan. Akan tetapi setelah berdiskusi dengan Ketua pemuda Dukuh Bongsren tentang maksud dan tujuan kami, akhirnya kami diberikan waktu untuk mengisi acara psikoedukasi ini. Dari target grup sekitar 50 orang yang direncanakan hadir, akan tetapi yang menghadiri psikoedukasi ini berjumlah 20 orang, berarti haya sekitar 40 % intervensi ini dapat dikatakan cukup berhasil menarik minat pemuda.
HASIL INTERVENSI
Berdasarkan hasil intervensi psikoedukasi kesehatan mental yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Bongsren khususnya yang berusia dewasa dan pemudanya setelah diberikan psikoedukasi cukup memiliki pemahaman yang baik tentang kesehatan mental dan kejiwaannya terutama bagi diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Peserta juga mengetahui peran Psikolog Klinis dalam masyarakat dan akses terhadap pelayanan psikologi itu seperti apa. Intervensi ini juga mendapat respon yang cukup baik karena banyak masyarakat setelah diberikan psikoedukasi memiliki kesadaran langsung untuk berkonsultasi tentang permasalahan mereka. Masyarakat juga sebagian cukup peka dan sensitif terhadap permasalahan lingkungan di sekitarnya. Sedangkan bagi pemuda-pemudi Bongsren setelah dilakukan post test hasil yang diperoleh yaitu sebagian pemuda setelah diberikan psikoedukasi kesehatan mental semakin memiliki pengetahuan baru dan pemahaman yang benar tentang informasi kesehatan mental guna mewujudkan kesehatan masyarakat secara holistik.





DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , Rineka Cipta, Jakarta.
Atkinson, R., 1997. Pengantar Psikologi, Interaksara, Batam.
Davis, M., Eshelman, E.R., McKay, M., 1995. Panduan Relaksasi & Reduksi Stres (Terjemahan),Edisi III, EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1983. Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia. Ditkes. Yankes Depkes RI. Jakarta.
Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
Yustinus Semiun 2002. Kesehatan Mental. Kanisius. Yogyakarta
Dr. Zakiah Darajat. Kesehatan Mental. PT.Gunung Agung. Jakarta



My Prociding Kesehatan Mental (visiting seminar Univ.Kebangsaan Malaysia)

PHYSCO EDUCATION OF MENTAL HEALTH AS PREVENTION STEP
TO REALIZE THE HOLISTIC HEALTH SOCIETY IN BONGSREN, GILANGHARJO VILLAGE, DISTRICT PANDAK, BANTUL YOGYAKARTA

Dewa Ayu Eka Purba Dharmatari

Students of Post Graduate Professional Clinical Psychology Program
Ahmad Dahlan University Yogyakarta

ABSTRACT: Mental health is the realization of a genuine harmony between psychological functions and the creation of adjustment among individuals with itself and its environment based on faith and piety and aims to achieve a meaningful and happy life in this world and the hereafter. If healthy mental achieved, then the individual has the integration, customization and positive identification of others. In this case, individuals learn to accept responsibility, be self-sufficient and achieve integration behavior. Healthy psychiatric extremely difficult to defend, so many people suffering from mental disorder problem that, if not get a suitable way out then it could be the person's mental disorder. So all human beings experience pain and healthy duality. physo education for the provision of mental health information can be a strategic move to prevent the occurrence of mental disorders and public health can realize a comprehensive and holistic physical, mental, social and spiritual.

Keywords: mental health, physo education, holistic health society


INTRODUCTION

Health conditions that are being experienced in the world is the transformation and change of the number of complaints to be non-infectious diseases or mental disorders infections accompanied by other diseases. This is caused by several factors such as lifestyle, people's behavior, and lifestyle content value itself. As an illustration, life is dominated by career a priority in life where if the pattern of life in a society focused on a career that eventually there will be a period of saturated and eventually leads to stress which can interfere with a person's mental health.
In Indonesia, the prevalence of a population that has a mental health disorder in achieving 185/1000, which ideally when the prevalence of a population exceeding 100/1000 the population can be classified as a population that deserves full attention to mental health issues. According to prevalence data points are scattered in various provinces in Indonesia, such as in Aceh and on Java illustrate the extent of the health problems that occur at this time. However, when viewed from the aspect of social welfare and quality of life of its people, Indonesia has increased compared to 10 years ago where it indicates the government has begun to undertake and carry out preventive efforts and treatment related issues above. Some research suggests that welfare has a relationship with psychosocial problems and behavior. In Indonesia, people are more and more stress.
The importance of the discussion of mental health and psychosocial problems are due to the fact the current prevalence of mental health disorders in the world has reached 25%, and 40% of it is the fault of the diagnosis and ultimately lead to spending money for various purposes that are less essential and appropriate. Where the majority of these patients are adults and dating with physical complaints where there is no previous history of mental disorders. For example, a patient aged 45 years who went to the doctor complaining of abdominal pain, flu, sore, and felt terrorized by certain parties, then as doctors focus more on the flu and so were diagnosed as Rheumatoid, Arthtritis, then the patient must pay for various diagnostic tests and treatment for many years and did not go away. After the patient tries to consult psychiatrists found that the patients had a diagnosis of mental disorders. The above sample obtained from the importance of mental health and psychosocial issues in the community to support the realization of a good health system.
Based from the realization that mental health was apparently very influential in the development of the health world today then made policies to manage and overcome such problems with the main objective to deal with mental health issues faced by people at all levels of health care. The main objectives is found also that more specific goals that early detection of mental health disorders, treatment that is right, and that an effective referral system from all levels of health care. For this reasons WHO (World Health Organization) appealed to developing countries where Indonesia is one of them, to improve system services against harmful health.
Of  all the explanations above, it can be concluded that the issue of mental health disorders in the world, especially in Indonesia and especially in Yogyakarta is an important issue that must be addressed so as not to impede the realization of Indonesia's health and the world as a whole. Where handling and effort that can be done is to conducts facilities throughout the area starting from the health center levels to the higher levels, and the provision of basic information on important health issues will be considered important as a preventive aid to fight the government's effort to empower communities in a holistic manner.

DEFINITION AND CHARACTERISTICS OF MENTAL HEALTH
(MENTAL HYGIENE)
Mental hygiene refers to the development and application of a set of practical principles are directed to the achievement and maintenance of psychological elements and the prevention of mental disorders or possible timbulanya malajudjusment. Related to mental health (1) how we think, feel the daily life, (2) how we see ourselves and themselves and others, and (3) how do we evaluate the alternatives and make decisions. As with physical health, mental health is very important for every phase of life. includes mental health efforts to cope with stress, relate to others, and make decisions.
The mental health from good to bad, and everyone will experience it. not a few people, at certain times of experiencing mental health problems during her life span. Mental functions such as thoughts, feelings, attitudes, views and beliefs of life, should be able to help each other and cooperate with each other so that it can be said that the existence of harmony keep people from feeling free and protected from anxiety and inner conflict (conflict).

CHARACTERISTICS OF THE MENTAL HEALTH
A.    Avoid the Mental Disorder
Zakiyah Daradjat (1975) a distinction between mental disorders (neurose) with psychiatric illness (psychosis), namely:

1.      Neurose still see and feel the difficulty, psychosis not otherwise taxable.
2.      Neurose personality is not far from reality and still live in the reality of nature in general. whereas psychosis kepribadiaannya hit from all sides (responses, feelings / emotions, and impulses) are disturbed, no integrity, and he lives far away from the realm of reality.

B.     Able To Do Self-Adjusmnet
Self-adjustment is a process for obtaining / needs (needs satisfaction), and coping with stress, conflict, frustration, and certain problems with certain ways. A person can be said to have a normal adjustment if he is able to meet the needs and overcome the problem fairly, do not hurt yourself and the environment, as well as the corresponding with religious norms.
C.    Harnessing the potential maximum
Mentally healthy individual is able to exploit its potential, in activities in a positive and constructive for the development of his qualities. use it as in learning activities (at home, at school or within the community), working,
organizing, developing hobbies, and sports.
D.    Achieved personal happiness and others
Mentally healthy person displays behavior or response-response to the situation in meeting their needs, provide a positive impact for themselves and or others. He has a principle that does not sacrifice the rights of others for the sake of their own destiny at the expense of others. Any activity aimed at achieving happiness together

THE RESULTS OF FIELD ASSESSMENT
A.    Kancah Orientation
Gilangharjo is a village in the district Pandak, Bantul, Yogyakarta, Indonesia. This village has a ± 726 acres, consisting of 15 and 91 RT. The fifteen villages include: Dusun Kadisoro, Dusun Jodog, Dusun Karangasem, Dusun Daleman, Dusun Jomboran, Dusun  Kauman, Dusun  Kadekrowo, Dusun Bongsren, Dusun Ngaran, Dusun  Karanggede, Dusun Gunting , Dusun Depok, Dusun Tegallurung, Dusun Banjarwaru and  Dusun Krekah. The population of the village in 2009 Gilangharjo is comprised of as many as 16 390 4653 households.  Gilangharjo village has a variety of potential tourism are among the golden triangle area of ​​ Bantul, Yogyakarta is Gabusan, Manding, and Tembi. Village location is only about 45 minutes from the center of the city of Yogyakarta. With the motto of the Village "Walk Unison Towards Independence". With the motto of the village must make its own paradigm in the community in order to empower the youngest starting with yourself first, then family and villagers in general.
While the work of our practice is in Dusun Bongsren. Dusun is the   views of the community in general economic activity, the majority of farm workers and building livelihoods are certainly many who are below the poverty line. Nevertheless, population dynamics coming from different backgrounds and different disciplines assortment of course coloring is very influential in people's lives and livelihood patterns. Bongsren is divided into four tring tring I consisted of RT 01, RT 02 and RT 04, then kring II consisted of RT 05 and RT 06, then to third Kring  include RT 03 and RT 07 IV covers only. And each headed by chairman, as well as the bevy of women and youth of Bongsren also divided into four tring each led by their respective chairman tring itself. Mapping community through sharing tring is done to facilitate the coordination of any and all activity in the Bongsren

B. Observation

Based on the observation, communication and psychological conditions of the citizens can be demonstrated by the following circumstances Bongsren citizens generally quite open to his situation, acceptance of people towards the new people very well, most residents greeted with a smile and a greeting when I see a light in the road and bumped into dusun, communication with residents through activities via social gathering, health posts and quite effective early childhood, when there is a problem people often talked with neighbors who could be trusted, it appears there are some people talking about a single citizen with other citizens, some residents seemed very happy and excited when approached his house, indicated by an intimate conversation with someone who just met.
C. Interview
Based on the interviews that have been conducted with the head of  Dusun Bongsren that says "the life of the people here can say it walk naturally, without any serious problem that is effected their life" a heterogeneous society caused quite compact and complement each other. However, the Dukuh’s Master  also said that some of their peoples in several RT experiencing mental health problems to be stressed, such as the following "There is people mental disorders in RT 01, not far from here there is also people wih mental disorder, he was young man, his house ner  the tomb, on top of village there are also many people with mental disorder"
However, based on interviews with several people in the residents said that several that people in Bongsren often in conflict with either the husband or the partner causing her discomfort with one couple and ends with the number going Bongsren affair. As said by a women that  “it is usual matter fight and having a conflict with  husban, boyfriend or partner. All couples will experinced it,  but yeah it usually due to economic problems, education  fees of their children. Then, if you are not satisfied with your couples, or your husban, then it will be  affair"
Narrated also by residents that a few years ago there were people who had an affair and is known by people so that citizens must pay a tax to the Dukuh’s Master, for placed they where lived. In addition, people also told, that the economic problems is often an important factor in the conflict of house of family let alone the cost of the education of children and family needs must also be met causing a lot of families that do not have good coping skills for dealing with problems in daily life days.
While one of the boys Bongsren said that young people in the Dusun Bongsren having the average of all education to high school / vocational school, most of which have graduated high school went to work and migrate to Jakarta Bekasi, Bandung and especially Tasik, but others who are economically able to continue study, they are entering  to the college. However, it also said that there are some people in Bongsren on RT 04 that having poor social interation in community, it is explained that they rarely out from house and rarely contact with their peers. As said before  "the youngster usually went to other city to look for jobs, like to  Jakarta, Bandung, and Tasik. It’s because there were many factories in that cities. They get the  informations from their friends who has settled down in those cities. More of us are Senior high school graduated, because we dont have enough  money to entering collages.” It is said also that some of their  friends having psychiatric disorders due to economic problems and issues that eventually lose her boyfriend, they are out of school and do not have a definite activity to date.

E.     FGD (Focus Group Discussion)

FGD (Focus Group Discussion) is a research method by Irwanto (1988:1) is defined as "a process of collecting information on a very specific issues through group discussion". In other words FGD is a process of gathering information and not through the interview, rather than the individual, and not a free discussion without any specific topic. FGD methods including qualitative methods.
Based on the FGD by women’s volunteer called Dasa Wisma it was explained that in general Bongsren basically good and reasonable, but in recent years the problem of infidelity is often the case in Bongsren. This condition sometimes triggered by domestic problems motivated by economic factors that led to the relationship between the couple became strained. Residents also describes some of the problems associated with mental health of its citizens, among others, was one of the residents at RT 01 who experience mental disorders due to problems with his brother and causing dropouts.
As quoted below "in our village we live without any big problems. It is  quite peacefull, if there is one or two people with  mental disorder, it is  because they come from poor family, and  not well educated. They usully act like to look for other’s attention, like running around village and screams "While saying that the existing poeple with mental disorder in RT 03 who have psychological problems as described below "yes, it is true, in RT.03, but I can remember the name?she commite suicide by plunging in wells, already twice it actually, but it is helped by husban then, she’s survived finally "—“ while in RT 04, a 21-year-old should attend the special school, but his parents are forbidden to attend school for reasons of shame when children attend special schools, but his son has the will and desire to go to school, so that children do not get proper education and socially isolated and have no friends"  
Another problem is explained that in RT 05, a young man who suffered a nervous breakdown due to reasons not to be married with her choice and then decided to help her mother, who until now rarely go out and just do the activity in the house just like the previously disclosed  "it because his realtionship broke by his girlfriend, then he is depressed, the problems seems as prohibited marriage and untill " The same thing happened in RT 07 a girl who also had a psychiatric disorder which caused problems because it was rejected by the man she likes, "In  RT 07 there was girl broken heart, when the man she like is getting married  she going  crazy. She can not accept the reality" Added another "for those who seek treatment, it just going to the hospital,  there is no psychological assistance from the officer or doctor. If the depressed man or woman is going insane, usually going to Grasia hospital"
Based on the results of asessmen has been done through observation, interviews and focus group discussions it can be concluded that the formulation of the problem is:
v  heterogeneous citizens Bongsren when viewed from the side of education was not accompanied by an increase of information and mental health services for their own people. So that the necessary effort how to make people have a basic knowledge in advance about mental health issues.
v  coping skills are still low on society when faced with pressing situations in everyday life. So that the necessary interventions to provide coping skills for the community.



MENTAL HEALTH INTERVENTION OF PHYSCO EDUCATION

Basically psikoedukasi intervention is selected in the type of mental health counseling for the Ngaran and Bongsren the practice area. According to Nelson- Jones (in Supratiknya, 2008) The reason for the use of this method is seen from the strong interest among psychologists and counselors to develop the field physco education or personal-social education:
1.        Country-developed countries are not available and never will be available personnel, including paraprofessionals psychologist-counselor in amounts sufficient to meet community needs for psychological services individually. Nelson - Jones also added that the community needs to be prepared to understand and be able to apply the principles pasikologis alone in facing the challenges of daily life.
2.        In the past too much time and energy devoted to the psikoliog-counselors to provide remedial services for small groups of people in particular through the provision of individual counseling services within the practice of psychology, it caused only economic upper class society that can feel psychological services. Thus the demand to equalize the provision of psychological services for the wider community.
3.        The growing awareness among psychologist-counselor increasingly need to provide preventive and preventive (prophylactic) and developmental for many groups of citizens living in various settings.
4.        Accountability. In principle says that the greater the results or benefits that can be derived from certain costs incurred to carry out certain activities, the more accountable the one activity. So if the psychologist-counselor is then just sit passively waiting for clients to come indoors requested remedial counseling, efforts are less accountable than if the psychologist-counselor pro-active in field service. physco education within the Community
Among the counseling profession in the United States known for a number of areas of specialization include: career counseling, college counseling, community counseling, marriage and family counseling, mental health counseling, rehabilitation counseling, school koseling, addiction counseling or addiction, counseling, job placement, counseling offenders. Among the various specialties, the most difficult community counseling supposedly defined boundaries (Hershenson, Power & Waldo, 1996).
More specifically, there are a number of characteristics that is used as a delimiter field community service koseling (Hershenson, Power & Waldo, 1996):
a.       Services were held in a community agency or community institutions such as mosques, churches, PKK; essentially not schools or industry.
b.      Intervention focused on issues of community life, not as individual problems or family.
c.       Service is proactive in the sense of preventive-developmental, multifaceted or touching various aspects of the client's needs, contextual, and empowering, and
d.      Aiming to develop a variety of skills related to efforts to build a community metal health.
In the United States, the community counseling services are quite important include the following institutions ((Hershenson, Power & Waldo, 1996). Firstly, mental health centers, community. Institute is typically prioritizes the provision of the following services
  1. Primary preventation or early prevention, aims to help groups or individuals deemed at high risk for behavioral disorders.
  2. Crisis interventation or mentoring face or cope with crisis situations.
  3. Consulting services, usually in the form of assistance to establish contact and consultation with the public service institutions, such as hospitals, rehabilitation centers drug abuse, and so forth
  4. Remediation and rehabilitation services, including measures of diagnosis and treatment of various types of mental disorders
  5. Physco education services, especially the provision of information and training in various skills towards improving mental health.

INTERVENTION AND IMPLEMENTATION:
Counseling (giving physco education) about mental health in general and socialize Clinical Psychologist role in the psychological problems people seharai-day for the purpose of understanding and knowledge of mental health as a way to prevent problems in the psychological and psychiatric of Dusun Bongsren. The materials presented are:
a.       Provide an explanation of the notion of mental health
b.      Provide an explanation of the characteristics of a mentally healthy person
c.       Provide an explanation of the matter "psychosomatic" consisting of psychosomatic sense, the occurrence of psychosomatic physical symptoms arising from psychosomatic and ways to prevent spikosomatis
d.      Provide an explanation of the matter, namely psychological illness due to stress anxiety and depression), the factors that cause stress, signs of stress, how to prevent and how to manage emotional stress due to stress
e.       Provide an explanation of the role of clinical psychologists in the community.
f.       Provide information that will need real efforts in a holistic health are physical health, mental, social and spiritual society can be achieved by role of paramedics, doctors, nurses, psychologists, village, community, and society itself.

1)                  Woman Organization of PKK in Dusun Bongsren
Physco education and extension materials on Mental Health held on Sunday, June 10, 2011 at the ECD Multipurpose Hall of Bongsren at 15:00  pm. At the beginning of this meeting is a meeting of PKK Bongsren, gathering will be held. But after a discussion with his own PKK cadres of intent and our goal, we finally are given the time to fill out this physco education program. The target group of the planned 40 people, but attending this physco education program totaling 26 people, meaning about 65% of these interventions can be quite successful.
2)      Men Oganizations of Bongsren Kring I
Physco education and extension materials on Mental Health was held on Thursday, June 14, 2011 at home Mr Sugiyo at 20:00 to 23:00 pm. At the beginning of this meeting is a regular meeting gentlemen Bongsren Hamlet residents are tring I will hold discussions on mutual assistance and siskamling event. However, after discussions with  the member of organisation our goals and purpose, ultimately we are given the time to fill out this physco education event. The target group of 50 people who planned to attend, but who attended physco education numbering 28 people, meaning about 56% of these interventions can be quite successful in attracting interest of the citizens.
3)      Youth and women Hamlet Bongsren
Physco education and extension of matter for youth Bongsren Mental Health was held on Saturday, July 7, 2011 at 20:00 to 21:30 pm. At the beginning of this meeting is a regular meeting of Bongsren youth’s organization who will hold a meeting before the month of Ramadan. However, after discussion with the Chairman of young organization our goals and purpose, ultimately we are given the time to fill out this physco education event. The target group of about 50 people who planned to attend, but who attended physco education numbering 20 people, meaning about 40% haya intervention can be said to be quite successful in attracting youth.
RESULTS OF INTERVENTION
Based on the results physco education  mental health interventions that have been done, it can be concluded that most of the people especially the aged Bongsren adult and youth after being given physco education quite have a good understanding of mental health and mental state, especially for themselves and their surroundings. Participants also learn the role of Clinical Psychologist in the community and access to psychological care what it looks like. This intervention also got a pretty good response as many people as given physco education have  direct awareness to consult about their problems. People are also some quite sensitive and sensitive to the issues surrounding environment. As for young people Bongsren after post test results obtained are mostly youths after being given physco education for mental health and giving them the new knowledge and true understanding of mental health information in order to create public health in a holistic manner.
DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , Rineka Cipta, Jakarta.
Atkinson, R., 1997. Pengantar Psikologi, Interaksara, Batam.
Davis, M., Eshelman, E.R., McKay, M., 1995. Panduan Relaksasi & Reduksi Stres (Terjemahan),Edisi III, EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1983. Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia. Ditkes. Yankes Depkes RI. Jakarta.
Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
Yustinus Semiun 2002. Kesehatan Mental. Kanisius. Yogyakarta
Dr. Zakiah Darajat. Kesehatan Mental. PT.Gunung Agung. Jakarta


PENGENDALIAN PIKIRAN ( MIND CONTROL )  Oleh ; Dr. N. Sutrisna Widjaya, MPH *) Sebagaimana meditasi pada umumnya, manfaat dari pene...