Rabu, 04 Maret 2020


PENGENDALIAN PIKIRAN (MIND CONTROL

Oleh ; Dr. N. Sutrisna Widjaya, MPH *)
Sebagaimana meditasi pada umumnya, manfaat dari penerapan teknik ini pertama-tama adalah untuk ketenangan pikiran. Selanjutnya ia juga bisa digunakan untuk memperkuat doa atau permohonan-permohonan keinginan yang positif sesuai dengan yang dikehendaki menggunakan kekuatan pikiran bawah sadar yang terkendalikan.
Prinsip dari penggunaan teknik ini adalah pemanfaatan dari enerji pikiran yang apabila didukung oleh enerji alam semesta akan merupakan kekuatan yang luar biasa, dengan probabilitas akan hasil yang meningkat secara tajam. Tulisan ini merupakan kombinasi ringkas dan praktis dari berbagai informasi berkenaan dengan meditasi, terutama yang diajarkan pertama-tama kepada saya oleh Carl Lewis, seorang turis Australia yang sedang berlibur di Bali dan, buku “You, the Healer” karangan Jose Silva.
LOGIKA RASIONAL
Diri seseorang disebut “bhuana alit” (mikrokosmos) sementara alam jagat raya atau alam semesta dikenal dengan istilah “bhuana agung” (makrokosmos). Bhuana alit dan bhuana agung pada kondisi dan saat-saat tertentu berhubungan satu sama lain. Dalam suatu kegiatan doa terjadi proses pikiran yang bekerja, mendambakan atau memohon sesuatu yang diinginkan. Di sini terjadi penggunaan suatu “enerji pikiran” yang berasal atau bersumber dari diri individu yang bersangkutan. Apabila bhuana alit dan bhuana agung saling berhubungan maka enerji pikiran yang bekerja pada saat itu tidak hanya bersumber dari individu yang bersangkutan. Ia didukung oleh enerji alam semesta yang luar biasa besarnya. Dengan demikian kemungkinan (probabilitas) akan hasilnyapun menjadi berlipat ganda.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah; kapankah dan bagaimana mempertahankan kondisi di mana bhuana alit berhubungan dengan bhuana agung, atau diri individu berhubungan dengan alam semesta (the universe) dalam selang waktu (durasi) tertentu sesuai dengan keinginan.
GELOMBANG ALPHA, PUSAT ENERJI PIKIRAN
Otak dan pikiran manusia bekerja dengan getaran gelombang atau frekuensi tertentu, tergantung suasana hati dan kondisi dari masing-masing individu. Frekuensi ini dapat diukur dengan alat electro encephalograph (EEG).

Gelombang antara 14 – 21 getaran per detik disebut gelombang BETA di mana kita umumnya berada dalam keadaan terjaga, melakukan aktivitas atau tindakan sehari-hari, atau disebut juga “outer conscious level”. Pada level ini kita berada pada alam jasmani (physical world).
Gelombang antara 7 – 14 disebut gelombang ALPHA yang dikenal juga sebagai alam spiritual (spiritual world), atau berada dalam “inner conscious level”. Pada gelombang ini ditambah beberapa tingkat di bawahnya terletak pusat bekerjanya pikiran. Pada level ini kita berada dalam keadaan setengah tertidur.
Gelombang antara 4 – 7 disebut gelombang THETA, di mana bekerja mekanisme persepsi di luar indra atau extra sensory perception (ESP), tempat bekerjanya intuisi.
Gelombang antara 0 – 4 disebut gelombang DELTA yang merupakan alam tidak sadar atau “unconscious level”
Alam semesta (the universe) mempunyai gelombang frekuensi yang konstan pada 10 getaran per detik. Apabila kita turun dari frekuensi 20 (dalam keadaan terjaga dan sadar) menjadi lebih tenang, damai dan santai (rileks) menuju frekuensi 10, pada frekuensi 10 inilah kita (bhuana alit-mikrokosmos) berhubungan dengan alam jagat raya (bhuana agung-makrokosmos). Gambaran analoginya adalah, bila radio penerima di rumah disetel pada frekuensi yang sama dengan frekuensi dari stasiun pemancar tertentu, maka program yang dipancarkan akan terdengar pada radio tersebut. Bila gelombangnya digeser maka siarannya akan hilang.      
Salah satu praktek doa pada umat Islam yang ditujukan pada solusi dari suatu masalah  yang berat adalah sembahyang tahajud. Sembahyang ini dilakukan di sekitar atau lewat tengah malam. Bila dirujuk pada konsep di atas, situasi atau suasananya akan cocok dengan keadaan yang mendukung posisi frekwensi 10 getaran per detik, atau gelombang alpha, yakni keadaan antara tertidur dan terjaga.
PENERAPAN KONSEP MIND-CONTROL
  1. Dalam posisi berbaring atau duduk tegak dan santai mata ditutup dan arahkan bola mata seakan-akan melihat keatas atau ke titik tengah dahi. Dan lekatkan ujung lidah secara lembut pada langit-langit mulut.
2.    Tarik nafas, lakukan relaksasi atau sikap santai bersamaan dengan hembusan nafas keluar , secara perlahan beberapa kali.

3.    Bayangkan otak/pikiran berada pada frekuensi 20, Perintah dan rasakan frekuensi tersebut turun perlahan-lahan bersamaan dengan perubahan suasana pikiran yang menjadi semakin tenang dan damai, menuju 19 – 18 – dst. sampai pada frekwensi 15.

4.    Untuk turun lebih lanjut menuju frekwensi 10 prosesnya menjadi lebih sulit dibanding turun dari 20 menuju 15 yang telah dilakukan sebelumnya, walaupun intervalnya sama-sama lima. Analoginya adalah larutnya gula dari sendok kedua di dalam segelas air teh akan lebih sulit dibanding dengan sendok pertama sebelumnya. Oleh karenanya dibutuhkan teknik bantuan dalam bentuk relaksasi otot, berurutan satu persatu meniru  proses menjadi dingin pada tubuh orang yang mati raga.


5.    Perintah dan rasakan otot-otot manjadi rileks dimulai dari ujung jari kaki dan tangan, naik perlahan-lahan berturut-turut sampai seluruh tubuh menjadi sangat rileks, lemas, dan santai. Dalam tahap ini tubuh benar-benar lemas seperti selembar handuk setengah basah yang diletakkan di lantai, teronggok tanpa tenaga yang menyangga. Atau sperti balon karet yang ditusuk menjadi kolaps/kempes.

6.    Bayangkan diri anda dalam pikiran (mental picture) bahwa anda;
1.  Masih muda, sehat, bersinar, berwibawa, dan menarik.
2.  Ajukan pertanyaan dalam pikiran; “Mengapa saya mengalami masalah fisik seperti ini” dan “Bagaimana masalah ini menjauh dan hilang dari diri saya”. Kemudian bayangkan orang-orang, siapapun yang terlintas dalam pikiran, gambarkan diri anda dengan mereka sedang berjabat tangan, saling memaafkan, saling mendukung dan saling mengasihi.
3.  Tegaskan sekali lagi di dalam pikiran bahwa anda sepenuhnya dalam keadaan sehat, secara fisik maupun mental.

4.    Panjatkan doa, ajukan permohonan dan keinginan kepada yang berada di atas sana Tuhan Y.M.E.) atau kepada apapun yang anda yakini (Alam semesta, Langit, dlsb.)

5.    Bayangkan proses-proses yang dikehendaki;
6.      Penyembuhan suatu penyakit tertentu.
7.    Pemecahan masalah-masalah tertentu.
8.    Pencapaian suatu target/sasaran tertentu dengan berhasil. Dan sebagai catatan, semakin spesifik anda menggambarkannya di dalam pikiran, semakin baik hasil yang dicapai.
*Sebelum mengakhiri teknik/metode ini , ucapkan dalam hati; “Sebentar lagi saya akan keluar dari gelombang alpha. Setelah menghitung secara perlahan-lahan dari 1 – 5 saya akan membuka mata dan mendapatkan diri saya dalam keadaan sehat, segar, enak, dan jauh lebih baik dari sebelumnya”.
a.      Mulailah menghitung perlahan-lahan dari 1 – 3, lalu berhenti sejenak untuk melakukan penegasan.
b.      Ulangi sekali lagi ucapan di atas dalam hati; “Sebentar lagi saya akan keluar dari gelombang alpha. Setelah hitungan kelima, saya akan membuka mata dan mendapatkan diri saya dalam keadaan sehat, segar, enak, dan jauh lebih baik dari sebelumnya”.
c.     Selesaikan hitungan ke 4 dan 5 dan ulangi lagi pernyataan di atas sebagai penegasan terakhir, dan bukalah mata anda dan nikmati keadaan segar, enak dan jauh lebih baik dari sebelumnya.
Teknik ini cukup praktis dan dari pengalaman saya, teknik ini dapat diajarkan kepada siapa saja mulai dari anak usia 10 tahun sampai dengan Manula, asal daya nalarnya belum sepenuhnya hilang, dan pikirannya cukup terbuka. Bagi saya teknik ini dapat membantu penggunaan teknik yang lain seperti Visualisasi/Afirmasi dan Neuro-linguistic Programming, yang menjadi lebih efektif dalam penerapannya.
Satu-satunya masalah yang kami temui adalah kemungkinan munculnya kembali “rekaman-rekaman pengalaman traumatis, di masa lalu” ketika teknik ini dilakukan/diterapkan, namun itu bisa diatasi dengan sedikit bimbingan. Sekali teknik ini berhasil dilakukan, maka masalah tersebut di atas sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi.
Silakan mencoba dengan suatu keyakinan, dan biarkan alam semesta membantu Anda mengatasi berbagai masalah serta memberi bisikan jalan untuk menggapai keinginan positif yang Anda dambakan.
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- 
Lembaga Pengembangan Citra Diri
Jln. Suli No. 56 Denpasar
Ditulis dan dibagikan kembali oleh Dewa Ayu Eka P Dharmatari,M.Psi.,Psikolog (Clinical Psychologist)  sebagai bentuk penghormatan kepada Almarhum Dr.Sutrisna Widjaya,MPH selaku Guru terbaik kehidupan yang telah menjadi pembimbing selama ini.


Selasa, 16 Mei 2017

Berjalan di dalam gua...#analogi#

Berjalan di dalam gua...

Yup..ini hanyalah sebuah analogi yang mana hanya penulis yang mengerti makna di dalamnya. Berjalan di dalam sebuah gua ibaratkan kamu menjalani kehidupan ini, entah itu berproses terhadap satu peristiwa atau kejadian, ataukah menyelami dirimu yang sesungguhnya.

Berjalan di dalam gua..hmmm tentu membutuhkan banyak peralatan agar keselamatanmu dapat terjaga dengan baik sampai kamu mencapai tujuanmu.Kamu membutuhkan lebih banyak cahaya daripada sekedar feeling nurani.Cahaya hati..cahaya jiwa dan cahaya pikiranmu agar kamu bisa menempuh perjalanan dengan lebih mudah.

Berjalan di dalam gua..tentu kamu gak mungkin sendirian, minimal ada salah seorang teman atau guide yang kamu ajak ikut serta. Siapapun dia..itulah orang yang ternyata dipilih untuk menemani perjalananmu yang sementara ini.Yach..knapa sementara?karena kamu gak mungkin berjalan terus di dalam gua..kamu membutuhkan lebih banyak udara dan sinar matahari di luaran sana. Inget lho ini hanya sementara saja...

Berjalan di dalam gua..tentu ada banyak tantangan di dalamnya, kamu harus siap misalnya tiba2 kakimu akan terpeleset dan jatuh..ingatlah berpeganan tangan dengan teman yang kamu ajak bersamamu, karena ia yang akan membantumu untuk bangun.Berpegangan yang kuat agar kalian tidak sama-sama jatuh..karena saat kalian terjatuh kalian tak akan menemukan sejuknya udara di luaran sana.

Berjalan di dalam gua...pasti juga menyenangkan saat digelapan ada seberkas sinar matahari masuk melalui celah2 tebing gua yang keci.Seakan bergembira dan selalu mengucap syukur akan erbat sinar yang bisa kita nikmati.

Tapi ingatlah..selalu hati2..jangan terlalu lama merangkak di dalam..karena ada hari esok yang setia menanti dan kegiatan akan kembali berjalan seperti biasanya. INI HANYA SEMENTARA..maka nikmatilah dengan sukacita.

AKU BERJANJI KEPADA DIRI-KU SENDIRI



AKU BERJANJI KEPADA DIRI-KU SENDIRI

  • Untuk menjadi begitu kuat sampai tidak ada suatu apa pun yang dapat mengganggu ketenangan pikiran-ku.
  • Untuk bicara tentang kesehatan, kebahagiaan, dan kemakmuran, kepada semua orang yang aku temui.
  • Untuk membuat semua teman-ku merasa, ada sesuatu di dalam diri mereka.
  • Untuk memandang sisi terang dari segala sesuatu dan membuat optimisme di dalam diriku menjadi kenyataan.
  • Untuk hanya memikirkan yang terbaik, hanya bekerja untuk yang terbaik, dan hanya mengharapkan yang terbaik.

AKU BERJANJI KEPADA DIRI-KU SENDIRI

  • Untuk bergembira atas sukses orang lain sama seperti aku merasa gembira atas sukses diriku sendiri.
  • Untuk melupakan kesalahan-kesalahan masa lalu-ku dan bertekad secara gigih mencapai prestasi yang lebih besar di masa depan.
  • Untuk setiap saat menapilkan wajah yang gembira dan memberikan senyum manis kepada setiap makhluk hidup yang aku temui. Untuk memberikan waktu secukupnyauntuk perbaikan diri-ku sendiri sampai aku tak punya waktu untuk mengkritik orang lain.
  • Untuk menjadi terlalu besar untuk cemas, terlalu bermartabat untuk marah, terlalu kuat untuk takut, dan terlalu bahagia untuk merasakan kehadiran masalah.
  • Untuk memikirkan hal-hal baik tentang diri sendiri dan menyatakan kepada dunia, bukan kata-kata lantang, tapi dengan suara tentang kebajikan besar.

AKU BERJANJI KEPADA DIRI-KU SENDIRI

  • Untuk percaya bahwa seluruh dunia berpihak kepada-ku sejauh aku menampilkan yang terbaik dari yang ada di dalam diri-ku.
(kiriman sahabat)
(Status Putu Jelita Udayani, 5 Agustus 2012)

My inspirations...go a head..!!

Lingkaran Emosi dalam persahabatan menuju sukses bersama

Memori kenangan perjalanan menuju M.Psi.,Psikolog

MEMAMAHI & MENGENDALIKAN EGO



MEMAHAMI & MENGENDALIKAN EGO

Dr. N. Sutrisna Widjaya, MPH


Ditulis dan dibagikan kembali oleh Dewa Ayu Eka P Dharmatari,M.Psi.,Psikolog (Clinical Psychologist)  sebagai bentuk penghormatan kepada Almarhum Dr.Sutrisna Widjaya,MPH selaku Guru terbaik kehidupan yang telah menjadi pembimbing selama ini.



Seorang teman suatu hari bertanya—lebih tepat bergumam—di hadapan saya, “Pak Trisna, kira-kira kenapa, ya, sameton Bali kok suka terlibat konflik internal di antara sesama, padahal kita punya prinsip paras-paros, sagilik saguluk, salunglung sabayantaka? Kita juga punya prinsip trihita karana, keselarasan antara manusia dengan sesamanya, antara manusia dengan lingkungannya, dan antara manusia dengan Sang Pencipta. Kadang terjadi saling bunuh di antara keluarga besar (extended family), padahal mereka konon magetih abungbung?”
Saya pun dengan lugu menjawab gamang, “Iya, ya, kenapa ya?” Keluguan dan kegamangan ini mencuat setelah sadar bahwa pertanyaan teman tadi memang benar adanya bila teringat pada banyaknya kasus konflik dari tingkat paling bawah di keluarga-keluarga, juga di tingkat desa pakraman, sampai ke tingkat institusi PHDI yang sempat mengukir catatan buram dualisme beberapa tahun lalu.
Pertanyaan “kenapa” atau “mengapa” teman tadi mengandung kekuatan tersembunyi. Dengan pertanyaan mengapa, akan terjadi inisiasi proses analisa untuk membangun suatu pemahaman. Dengan pemahaman, segala sesuatu menjadi lebih mudah dikendalikan, sementara hal-hal yang tidak dipahami cenderung mengendalikan diri kita, tanpa disadari. Pertanyaan lebih lanjut yang jauh lebih penting: “bagaimana” membangun kekerabatan yang selaras dengan prinsip paras paros, sagilik saguluk, salunglung sabayantaka?
Dalam setiap konflik, selalu ada permainan ego yang mengawali dan kemudian menjadi bumbu penyedap dalam proses konflik hingga berkepanjangan. Yang pasti, semua permainan ini dikendalikan oleh pikiran-pikiran bawah sadar sebagai tempat bermukim pikiran ego, karena pikiran sadar tidak mungkin memilih konflik. Imprint ego terbentuk sejak masa kanak-kanak, ketika kita bermain bersama teman, dengan tema “punya-ku lebih baik, atau boneka-ku lebih cantik”. Sewaktu kecil semua orang sering terlibat dalam permainan ego yang akhirnya menjadi rekaman spesifik bersifat permanen—dalam wacana mind-setting atau menata ulang memori pikiran ini disebut imprint. Proses terbentuknya ego kurang lebih tertuang dalam kisah sebagai berikut.

Ayu, seorang anak perempuan usia enam tahun, mendapat hadiah boneka dari ibunya. Betapa senang Ayu, karena boneka itu memang menjadi idamannya sejak lama. Secara kebetulan Ari, tetangga sebaya Ayu, juga mendapat hadiah boneka dari ibunya. Ayu dan Ari bermain bersama, masing-masing menggadang-gadang miliknya sebagai boneka yang lebih cantik.
Permainan ini menjadi semakin seru, Ayu bilang, boneka dia jauh lebih cantik dibandingkan punya Ari. Tidak mau kalah, Ari pun balik menyergah, boneka dialah yang jauh lebih cantik. Keceriaan dalam bermain bersama berubah menjadi debat semakin panas, pertengkaran berkepanjangan.
Pada anak laki-laki, pertengkaran semacam ini juga sering terjadi, bermula dari ejek-mengejek disertai permainan ego menjagokan milik masing-masing, entah posisi dan jabatan bapaknya, entah status sosial-ekonomi bapaknya, dan lain sebagainya. Jadi, sejak kanak-kanak semua orang, termasuk Anda dan saya, telah memiliki rekaman spesifik bernama “punya-ku lebih baik atau boneka-ku lebih cantik”.
Kisahnya masih berlanjut. Sepuluh tahun kemudian, Ayu dan Ari tumbuh menjadi gadis belia nan ceria. Suatu hari, di Hari Raya Galungan dan Kuningan, mereka mendapat tugas sebagai penjaga bar yang diselenggarakan Sekaa Taruna Taruni setempat. Menjadi kebiasaan di desa mereka, kalau bertugas sebagai penjaga bar harus tampil menarik, lengkap dengan kain dan kebaya baru. Ayu, dari keluarga tidak mampu, mencoba pendekatan kepada ibunya, ”Ibu, mau ada bar di bale banjar, bolehkah saya dapat kain dan kebaya baru?” Mudah ditebak, jawaban ibunya pasti mirip dengan pil pahit. Namun, dengan seribu satu bujuk rayu akhirnya Ayu berhasil juga memperoleh sejumlah uang untuk membeli minimal kebaya baru.  Sebaliknya, Ari dengan mudah memperoleh uang dari ayahnya dalam jumlah cukup buat mendapatkan kain dan kebaya bagus. Kebetulan Ari lahir dalam keluarga berekonomi mampu.
Tiba di bar bale banjar pada hari pertama pembukaan, Ayu dan Ari saling bertegur sapa dan berbagi ceritera-cerita ringan, karena mereka memang berteman baik satu sama lain. Kain dan kebaya Ari menjadi sorotan kagum kawan-kawannya. Selang beberapa waktu, tiba-tiba timbul perasaan tidak enak pada diri Ayu. Ada apa gerangan? Rupanya, kain dan kebaya indah yang dikenakan Ari telah berfungsi sebagai pemicu (trigger) imprint di benak Ayu, sehingga berputarlah kembali rekaman lama, "Punya-ku lebih baik, boneka-ku lebih cantik".
Rekaman itu berputar berulang-ulang di luar kesadaran diri Ayu, namun bertentangan dengan kenyataan bahwa kain dan kebaya Ayu sangat sederhana dibanding punya Ari. Rasa tidak enak ini, lagi-lagi tanpa disadari, kemudian berkembang menjadi perasaan iri-hati, bahkan lebih jauh bisa berkembang menjadi rasa dengki—disebut dengan istilah matsarya, salah satu sadripu (enam kegelapan pikiran), sebagai musuh utama yang ada dalam diri manusia.
Oleh karena setiap orang—termasuk Anda dan saya—punya rekaman, "Punya-ku lebih baik, dan boneka-ku lebih cantik" maka pada dasarnya setiap orang mempunyai bibit perasaan iri-hati dan perasaan dengki. Cobalah mengingat kembali berbagai peristiwa di masa lalu, ketika teman-teman yang rasanya kualitas, kecerdasan, dan kinerjanya jauh di bawah Anda tetapi mereka lebih dulu naik pangkat atau jabatan, mendapat berbagai berkah dalam kehidupan. Reaksi perasaan apakah yang mungkin bergejolak di hati Anda? Apakah Anda akan berbisik pelan, “Sahabat, aku turut bergembira dan berbahagia atas keberhasilanmu”? Bisa jadi—karena inilah ideal yang dianjurkan, yang kemudian kita gunakan sebagai pemanis di bibir. Ataukah timbul perasaan tidak enak? Lebih mungkin, karena inilah reaksi yang lebih jujur dan bersifat manusiawi.
Permainan Ego ini terjadi di mana-mana: dalam keluarga, di kantor-kantor, di tetangga, di banjar, di dunia politik, di institusi DPR, dan lain sebagainya. Ini terjadi pada konflik berebut jabatan, pada konflik berebut fasilitas, pada konflik berebut lahan bisnis, konflik berebut harta warisan, konflik berebut pengaruh, konflik antardesa, bahkan sampai konflik bernuansa SARA. Semua dilandasi tuntutan ego dan dorongan untuk memutar kembali lagu lama, “Punya-ku lebih baik, boneka-ku lebih cantik”. Sungguh menyedihkan dan memprihatinkan.
Kecenderungan permainan ego semacam ini masih diperparah oleh persaingan yang berjalan semakin ketat. Di sekolah-sekolah anak-anak berlomba atau dipaksa secara tanpa sadar untuk meraih ranking tertinggi, agar batinnya, atau batin orang-tuanya dan kakek neneknya, menjadi tenteram ketika dapat melantunkan lagu, “Punya-ku lebih baik, bahkan yang terbaik.” Ada banyak orang-tua yang tidak merasa tenteram sebelum anak-anaknya berhasil diterima di sekolah-sekolah favorit, kelas-kelas percepatan, dan lain sebagainya. Anak-anak kecil yang mestinya tumbuh dalam kehidupan bermain, dijejali dengan berbagai macam les, termasuk les bahasa Inggris.  Inilah barangkali bias tuntutan kewajiban orangtua untuk membentuk anak-anak suputra, yang hampir pasti, tanpa mereka sadari.
Di dunia bisnis juga terjadi persaingan, bahkan lebih keras dengan berlangsungnya perang tarif, perang bonus, dan lain sebagainya yang ujung-ujungnya merugikan semua pihak. Rupa-rupanya, dunia sedang terperangkap dalam lomba lari massal di mana-mana, tanpa henti. Setiap orang merasa perlu ikut berlari, karena mereka tidak mau ketinggalan dalam persaingan menjalani kehidupan.
Kabar buruknya: mereka semata-mata terperangkap dalam sebuah fenomena kehidupan serba berlari. “Hai, rupanya Anda juga ada dalam kerumunan lomba berlari, mengapa Anda mesti ikut?”
“Karena aku tidak mau ketinggalan, kalau aku tidak ikut berlari.”
“Ya, masuk akal, tapi ke mana tujuan Anda berlari?”
Sungguh memprihatinkan ketika mereka menjawab lugu, “Ya, ke mana, ya?”
Bagaimana dengan dunia olah raga yang menjadi ajang menumbuhkan sportivitas? Ukuran kalah menang yang obsesif, sedikit banyak memberi andil sebagai penghalang win-win approach. Kita banyak melihat tawuran antarpemain atau pengeroyokan seorang wasit pertandingan sepak bola, ketika ada pihak yang merasa tidak puas dan memilih kekerasan sebagai cara mengatasi permasalahan, ketika ego benar-benar sudah tidak terkendali.  Jadi, pikiran ego itu penyebab utama timbulnya konflik.
Dengan uraian tadi sedikit banyak kita paham bagaimana benih rekaman ego di dalam pikiran bawah sadar terbentuk. Ego berlebihan pada diri orang lain dapat membuat perasaan kita menjadi kesal, bahkan membangunkan amarah yang ada dalam arsip rekaman bawah sadar. Ego pada diri sendiri, yang umumnya bekerja tanpa disadari, dapat mendorong seseorang menjadi arogan. Tantangannya adalah bagaimana membangun tata pikir baru, yang bisa mengubah perasaan kesal dan amarah menjadi welas asih, yang bisa mengubah arogansi menjadi perasaan malu, akan kita bahas dalam kesempatan berikutnya.
Lembaga Pengembangan Citra Diri, Jalan Suli No. 56 Denpasar 80233

PENGENDALIAN PIKIRAN ( MIND CONTROL )  Oleh ; Dr. N. Sutrisna Widjaya, MPH *) Sebagaimana meditasi pada umumnya, manfaat dari pene...